Apakah anda memiliki panggilan sayang dengan pasangan dengan sebutan papa-mama, ayah-bunda, atau abi-ummi? Biasanya pasangan suami istri banyak melakukan demikian untuk membiasakan anak-anaknya ketika memanggil orang tuanya. Sayangnya panggilan ini justru terbawa ketika pasangan sedang berdua. Akhirnya suami memanggil istri dengan sebutan mama, bunda, ibu dan demikian pula seorang istri ketika memanggil suaminya.
Memang tujuan tersebut baik untuk membiasakan anak agar memanggil orang tuanya dengan panggilan sopan. Namun hal ini akan berdampak buruk jika dilakukan oleh pasangan untuk dalam kehidupan berumah tangga.
Seorang Psikolog asal Universitas Indonesia, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan, panggilan "Mama-papa" dan sejenisnya merupakan sebutan untuk fungsi pasangan sebagai ayah dan sebagai ibu. Hal ini justru terkesan membatasi kemesraan hubungan pasangan suami istri. Jika terus dilakukan, tidak menutup kemungkinan menimbulkan kebosanan dalam berumah tangga.
Meskipun panggilan papa dari seorang istri tidak merujuk pada figur orang tua laki-lakinya, namun secara psikologi dan alam bawah sadar menangkap pesan yang demikian. Pasalnya selama ini panggilan tersebut memang hanya ditujukan untuk orang tua laki-laki. Sehingga pola dan perilaku istri secara tidak sadar akan menempatkan dirinya seperti seorang anak. Hal ini juga berlaku terhadap suami yang memanggil istri dengan sebutan mama atau sejenisnya. Sebaiknya suami istri menggunakan panggilan sayang yang lain dan tidak merujuk pada panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram.
Selain efek secara psikologis, panggilan sayang yang merujuk pada mahram ternyata dilarang dalam Islam. Sebenarnya, agama Islam mengajarkan umatnya untuk memberikan panggilan sayang kepada pasangan, namun tidak dengan sebutan yang berkaitan dengan mahram. Misalnya Nabi Muhammad SAW yang memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang artinya kemerah-merahan pipinya. Kadang kala, Rasulullah juga memanggil Aisyah dengan sebutan Aisy, yang menunjukan panggilan manja sebagai tanda sayang.
Namun Rasulullah SAW melarang keras umatnya yang memanggil istri atau suaminya berhubungan dengan mahram. Seperti hadis riwayat Abu Daud tentang larangan Nabi Muhammad ketika seorang pria memanggil istrinya dengan panggilan Ukhti (saudariku)
“Ada seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud)
Demikian juga dijelaskan dalam kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ yang isinya, “Dan dibenci memanggil salah satu di antara pasangan suami istri dengan panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil suaminya dengan panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku).”
Lalu bagaimana dengan pasangan yang sudah terlanjur memanggil pasangan dengan sebutan yang berhubungan dengan mahram? Memang di sejumlah daerah di Indonesia, kultur budaya yang terbentuk sejak ratusan tahun lalu, pastinya tidak dapat digerus begitu saja. Namun untuk "amannya", akan lebih baik apabila sebutan-sebutan ini diikuti dengan nama anak. Misalnya Papa Nayla, atau Mama Dede.
Atau barangkali, antar suami dan istri memiliki panggilan sayang tersendiri, sebagaimana Rasulullah yang kerap menyapa istrinya, Aisyah Radhiallaahu 'anha, dengan nama dan tambahan sebutan Humaira (yang pipinya kemerah-merahan). Pilihan terpulang kepada Anda
Semoga informasi ini memberikan pengetahuan baru kepada anda. Jika memiliki referensi lain terkait artikel ini bisa ditambahkan pada kolom di bawah ini. Jika yang sudah menikah saja dilarang menggunakan panggilan ini, bagaimana dengan mereka yang belum menikah tapi sudah dipanggil Umi-Abi, Mama Papa dan panggilan lain yang sejenisnya ya
Memang tujuan tersebut baik untuk membiasakan anak agar memanggil orang tuanya dengan panggilan sopan. Namun hal ini akan berdampak buruk jika dilakukan oleh pasangan untuk dalam kehidupan berumah tangga.
Seorang Psikolog asal Universitas Indonesia, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan, panggilan "Mama-papa" dan sejenisnya merupakan sebutan untuk fungsi pasangan sebagai ayah dan sebagai ibu. Hal ini justru terkesan membatasi kemesraan hubungan pasangan suami istri. Jika terus dilakukan, tidak menutup kemungkinan menimbulkan kebosanan dalam berumah tangga.
Meskipun panggilan papa dari seorang istri tidak merujuk pada figur orang tua laki-lakinya, namun secara psikologi dan alam bawah sadar menangkap pesan yang demikian. Pasalnya selama ini panggilan tersebut memang hanya ditujukan untuk orang tua laki-laki. Sehingga pola dan perilaku istri secara tidak sadar akan menempatkan dirinya seperti seorang anak. Hal ini juga berlaku terhadap suami yang memanggil istri dengan sebutan mama atau sejenisnya. Sebaiknya suami istri menggunakan panggilan sayang yang lain dan tidak merujuk pada panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram.
Selain efek secara psikologis, panggilan sayang yang merujuk pada mahram ternyata dilarang dalam Islam. Sebenarnya, agama Islam mengajarkan umatnya untuk memberikan panggilan sayang kepada pasangan, namun tidak dengan sebutan yang berkaitan dengan mahram. Misalnya Nabi Muhammad SAW yang memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang artinya kemerah-merahan pipinya. Kadang kala, Rasulullah juga memanggil Aisyah dengan sebutan Aisy, yang menunjukan panggilan manja sebagai tanda sayang.
Namun Rasulullah SAW melarang keras umatnya yang memanggil istri atau suaminya berhubungan dengan mahram. Seperti hadis riwayat Abu Daud tentang larangan Nabi Muhammad ketika seorang pria memanggil istrinya dengan panggilan Ukhti (saudariku)
“Ada seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud)
Demikian juga dijelaskan dalam kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ yang isinya, “Dan dibenci memanggil salah satu di antara pasangan suami istri dengan panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil suaminya dengan panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku).”
Lalu bagaimana dengan pasangan yang sudah terlanjur memanggil pasangan dengan sebutan yang berhubungan dengan mahram? Memang di sejumlah daerah di Indonesia, kultur budaya yang terbentuk sejak ratusan tahun lalu, pastinya tidak dapat digerus begitu saja. Namun untuk "amannya", akan lebih baik apabila sebutan-sebutan ini diikuti dengan nama anak. Misalnya Papa Nayla, atau Mama Dede.
Atau barangkali, antar suami dan istri memiliki panggilan sayang tersendiri, sebagaimana Rasulullah yang kerap menyapa istrinya, Aisyah Radhiallaahu 'anha, dengan nama dan tambahan sebutan Humaira (yang pipinya kemerah-merahan). Pilihan terpulang kepada Anda
Semoga informasi ini memberikan pengetahuan baru kepada anda. Jika memiliki referensi lain terkait artikel ini bisa ditambahkan pada kolom di bawah ini. Jika yang sudah menikah saja dilarang menggunakan panggilan ini, bagaimana dengan mereka yang belum menikah tapi sudah dipanggil Umi-Abi, Mama Papa dan panggilan lain yang sejenisnya ya