Setidaknya ada tujuh pasal siluman dalam draf revisi Undang-Undang KPK. ketujuh pasal tersebut yakni pasal 5, mengusulkan KPK hanya berusia 12 tahun. Selanjutnya Pasal 13 KPK tidak menangani kasus di bawah Rp 50 M, Pasal 42 KPK bisa mengeluarkan SP3.
Pasal siluman selanjutnya Pasal 14 ayat 1 huruf a draf RUU KPK usulan DPR, penyadapan harus seizin Ketua Pengadilan Negeri, kemudian Pasal 39 ayat 2 dalam draf RUU KPK usulan pembentukan Dewan Kehormatan KPK.
Pasal siluman ke-6 yakni Pasal 51 diusulkan KPK tanpa kewenangan penuntutan. Terakhir pasal 4 agar KPK Fokus di Pencegahan Korupsi.
Bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namanya jika tidak berjibaku dengan masalah korupsi, suap ataupun pelanggaran hukum lainnya. Lantaran KPK memang dibentuk untuk menangani masalah-masalah itu. Akan tetapi, selain dari tugas utamanya yang hendak diselesaikan, KPK juga harus berurusan dengan upaya pelemahan lembaganya lewat berbagai cara.
Pernah mantan Ketua KPK Abraham Samad, tak habis akal dalam melakukan perlawanan terhadap sejumlah pihak yang ingin melemahkan Komisi antikorupsi yang dipimpinnya. Bahkan ia (Abraham Samad) sampai melayangkan surat ke meja kerja Presiden kala itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Surat berisikan permintaan KPK agar pemerintah menarik rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidanan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendesak pembahasan Rancangan KUHP dan KUHAP dilakukan DPR baru hasil Pemilu 2014. Alasannya, dengan masa kerja yang tersisa kurang dari 100 hari, DPR periode ini tak mungkin membahas secara serius kedua rancangan itu. Tak hanya itu dalam surat yang dilayangkan ketua KPK itu juga berisikan tentang adanya upaya pelemahan KPK dan kejahatan luar biasa lainnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak pemerintah agar memperbaiki kedua rancangan itu bila hendak mengusulkannya kembali ke DPR. Namun sayangnya upaya permintaan itu hampir tak digubris dengan adanya upaya pemerintah untuk terus mengupayakan pembahasan revisi kedua Undang-Undang itu bersama DPR.
Upaya pelemahan terus bergulir hingga akhirnya Abraham Samad sendiri tak mampu lagi melawan gerusnya arus politik di Indonesia tepatnya 9 Februari 2015 dirinya (Samad) resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Abraham Samad, Bambang Widjojanto selaku Wakil Ketua KPK saat itu ikut terseret dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain. Dialah Budi Gunawan yang melaporkannya.
Perlahan KPK mulai lemah, lewat praperadilan yang diajukan dan dimenangkan Budi Gunawan pada 08 Februari 2015 atas keputusan Hakim Sarpin, menambah daftar celah pelemahan KPK. Tidak tanggung-tanggung KPK bahkan kalah praperadilan dalam kasus lainnya; 12 Mei 2015, KPK kalah praperadilan Ilham Arief Sirajuddin, selanjutnya, 26 Mei 2015 KPK kembali kalah praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo, tersangka penyalahgunaan wewenang dalam pengabulan keberatan pajak PT Bank Central Asia.
Tongkat kepemimpinan KPK kemudian diambil alih oleh Indrianto Seno Aji yang belakangan diketahui memiliki rekam jejak yang dinilai bertolak belakang dengan pemberantasan korupsi.
Indrianto bersama Wimboyono tercatat pernah jadi penasihat hukum mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dalam kasus pengadaan Helikopter Mi-2, dengan Kerugian Negara Rp 13,6 miliar. Serta bekas Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais yang terbelit dugaan korupsi.
Ia juga jadi pengacara mantan Direktur Bank Indonesia yang menggunakan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 100 miliar antara lain untuk pemberian bantuan hukum terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Mantan Kepala Bareskrim Komjen Susno Duadji juga pernah menyebutnya sebagai pengacara dua pemegang saham Bank Century, Rafat Ali Rizfi dan Hisyam Al Waraq. Kasus Bank Century dan BLBI kini tengah diusut KPK.
Selain itu, Andrianto juga merupakan kuasa hukum PT SKJM dalam kasus PTUN pemberian kuasa pertambangan batubara oleh Bupati Tanah Laut kepada SKJM dalam wilayah PKP2B PT Arutmin Indonesia. Dan juga menjadi kuasa hukum terhadap klien yang melakukan kriminalitas berat/pembunuhan terkait dengan kasus korupsi; antara lain menjadi kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus kepemilikan senjata api dan bahan peledak, pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dan buron.
Tak hanya itu, Andrianto juga merupakan kuasa hukum Soeharto dalam gugatan terhadap majalah TIME Asia terkait pemberitaan tentang korupsi keluarga Cendana dalam edisi 24 Mei 1999, sekaligus mendampingi gugatan saat Soeharto dikenakan tahanan rumah oleh Kejaksaan Agung.
Tak Heran bila dirinya kemudian disebut-sebut sebagai pimpinan KPK yang sengaja dititipkan oleh elit politik untuk mengguncang Komisi Anti Rasuah tersebut.
Ribut-ribut "Bubarkan KPK" kemudian kembali mencuat lewat pidato mantan Presiden Megawati dalam pidatonya "Komisi yang sifatnya ad hoc ini harus diselesaikan, harus dibubarkan," ujar Mega saat berpidato pada Seminar Nasional Kebangsaan dalam rangka Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2015.