Tunjangan profesi yang didapatkan guru tersertifikasi oleh sebagian penerimanya digunakan untuk hal diluar harapan. Uang yang semestinya dipakai untuk menjaga kualitas dan meningkatkan kompetensi dirinya, malah digunakan hanya untuk hal-hal konsumtif seperti membeli mobil.
Anggota Komisi X DPR RI Teguh Juwarno mengatakan, ada pula tunjangan profesi itu dipakai untuk menikah lagi. "Dana sertifikasi sering dibayarkan tiga bulan langsung, ada yang digunakan untuk menikah lagi, ada yang untuk beli mobil," kata Teguh dalam sebuah diskusi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rabu (9/6).
Bahkan di Bojonegoro, kata Teguh, banyak kasus perceraian yang dipicu tunjangan profesi tersebut. Pihak perempuan kerap menjadi penggugat lantaran dengan adanya tunjangan profesi itu pendapatan di dalam rumah tangga menjadi timpang.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto menambahkan, isteri yang seorang guru setelah mendapat tunjangan profesi merasa tidak lagi selevel dengan suamianya yang berprofesi lain.
"Begitu kebijakan sertifikasi digulirkan perceraian meningkat luar biasa. Yang lebih parah yang menggugat perempuan. Begitu pendapatannya naik, suaminya yang seperti tukang ojek, mereka merasa sudah tidak selevel lagi," kata Sopan.
Fenomena ini disinyalir terjadi karena sistem pembayaran tunjangan profesi guru yang jatuh setiap tiga bukan sekali.
Kepala Seksi Program dan Penganggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta Rita Marina mengatakan, pemberiana tunjangan tiga bulan sekali membuat guru seperti menemukan uang tiba-tiba. Bahkan di beberapa daerah tunjangan itu ada dibayarkan selama 6 atau bahkan setahun sekali.
Butuh Aturan Khusus
Digunakannya tunjangan profesi tidak sesuai harapan sulit dikontrol. Menurut Teguh uang yang sudah diterima guru adalah hak mereka masing-masing. Apalagi tidak ada peraturan khusus yang mengharuskan mereka menggunakan uang tunjangan untuk memperbaiki kualitas, walaupun harapan pemerintah mengarah ke sana.
Lebih lanjut ia mengatakan, sistem tunjangan yang ada sekarang ini tidak membuat guru merasa wajib untuk mengalokasikan tunjangannya sesuai dengan harapan pemerintah. Untuk itu beberapa pihak mendesak pemerintah untuk menerapkan peraturan khusus terkait hal tersebut.
"Sekarang, bagaimana Pemda memaksa ada bagian dari tunjangan itu yang untuk kepentingan dirinya (guru). Misalkan jangan beli mobil, tapi harus beli laptop," ucap Teguh.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mencapai tujuan utama untuk meningkatkan kualitas guru harus ada peraturan yang jelas. "Tidak ada aturan yang jelas untuk uang itu sebagian harus untuk apa. Harus ada batasan yang jelas dan sanksi yang jelas," kata Rita.