Indonesia memiliki kekayaan dan keindahan alam yang diakui dunia. Kekayaan alam ini harus dijaga dan dilestarikan. Baru-baru ini, dua cagar biosfer Indonesia yang meliputi Bromo-Semeru-Tengger-Arjuno di Jawa Timur dan Taka Bonerate-Kepulauan Selayar di Sulawesi Selatan diakui sebagai anggota “Man and Biosphere Programme” (MAB) UNESCO dalam sidang ke-27 International Co-ordinating Council (ICC) MAB yang berlangsung pada 8-13 Juni 2015 di Kantor Pusat UNESCO Paris.
Kedua cagar biosfer yang baru diakui tersebut menjadi cagar biosfer kesembilan dan kesepuluh dari Indonesia yang menjadi anggota MAB UNESCO. Delapan cagar biosfer Indonesia sebelumnya adalah cagar biosfer Cibodas (diakui tahun 1977), Pulau Komodo (1977), Lore Lindu (1977), Tanjung Puting (1977), Gunung Leuser (1981), Siberut (1981), Giam Siak Kecil-Pulau Batu (1981), dan Wakatobi (2012).
“Cagar biosfer adalah situs di darat, laut, atau pantai, yang dikelola secara inovatif dengan tujuan menyinergikan penduduk lokal dengan lingkungannya,” kata Duta Besar RI untuk UNESCO Prof Fauzi Soelaiman.
Tujuan akhir cagar biosfer adalah menggabungkan pelestarian keanekaragaman hayati dengan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, serta mempromosikan solusi lokal untuk memecahkan tantangan kemanusiaan yang dihadapi di wilayah tersebut.
Program MAB UNESCO diluncurkan sejak awal tahun 1970. Setiap tahun, ICC MAB yang terdiri dari 34 negara bersidang untuk mengesahkan penerimaan anggota baru MAB. Hingga saat ini, MAB UNESCO telah memiliki 631 anggota dari 119 negara, termasuk di dalamnya 14 cagar biosfer yang berada di lintas batas negara, antara lain danau Tonle Sap di Kamboja, Mare aux Hippopotamus di Burkina Faso, dan Pantanal di Brazil.
Pada Sidang ICC MAB tahun ini, selain dua cagar biosfer asal Indonesia, juga dibahas 24 proposal cagar biosfer lainnya dari 18 negara yang lain, yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Argentina, Bolivia, Cina, Ethiopia, Honduras, India, Iran, Italia, Kazakhstan, Meksiko, Myanmar, Portugal, Prancis, Rusia, Spanyol, dan Vietnam.
Delegasi Indonesia dipimpin Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI sebagai Ketua Komite Nasional Program Man and the Biosphere (MAB) UNESCO untuk Indonesia, Prof. Dr. Enny Sudarmonowati didampingi Direktur Program MAB Indonesia, Prof Dr Yohanes Purwanto, mantan Wakil Kepala LIPI, Prof. Dr. Endang Sukara.
Selain Prof. Dr. T. A. Fauzi Soelaiman juga hadir perwakilan Pemda Provinsi Jawa Timur, perwakilan Pemda Kabupaten Selayar, Bupati Wakatobi, dan perwakilan dari swasta hadir pada sidang International Coordinating Council (ICC) Man and the Biosphere (MAB) ke-27 UNESCO di Paris.
Kehadiran delegasi Indonesia dalam sidang kali ini sangat khusus karena pengumuman pengukuhan dua Cagar Biosfer Indonesia yang baru bersamaan dengan pengukuhan 16 Cagar Biosfer lain dari berbagai belahan dunia termasuk Argentina, Bolivia, Ethiopia, Honduras, Iran, Itali, Kazakhstan, Mexico, Myanmar, Afrika Selatan, Spanyol, Spanyol, Portugal, dan Vietnam.
Penetapan ini mencerminkan kepedulian yang tinggi dari rakyat dan bangsa Indonesia terhadap pentingnya keberlanjutan kehidupan umat manusia di muka bumi ditengah terjadinya kemerosotan kualitas ekosistem yang jelas sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kualitas kehidupan manusia.
Konsep Cagar Biosfer digagas UNESCO sejak tahun 1971 yang saat ini jumlahnya mencapai 647 di 120 negara di dunia. Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendemonstrasikan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan dan pengembangan cagar biosfer Indonesia dapat menjadi sarana untuk melaksanakan komitmen bangsa Indonesia dalam melaksanakan berbagai konvensi terkait dengan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim.