Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap ketua Mahkamah Konstitusi terkait suap kasus sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas di Provinsi Kalimantan tengah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (2/10) malam menangkap lima orang terkait suap kasus sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas di Provinsi Kalimantan tengah.
KPK juga memastikan bahwa satu dari lima orang yang ditangkap tersebut adalah Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Muchtar.
Juru Bicara KPK Johan Budi dalam keterangan pers di kantornya menjelaskan ketua Mahkamah Konstitusi itu ditangkap setelah adanya penyerahan uang yang diduga berlatar penyuapan di kediamannyanya di perumahan Widya Candra, Jakarta Selatan.
Di tempat yang sama lanjut Johan KPK juga menangkap anggota DPR berinisial CHN dan juga pengusaha. Sementara itu, KPK juga menangkap dua orang lainnya di Hotel kawasan Jakarta Pusat yaitu pejabat daerah Gunung Mas berinisial HB dan juga DH.
Menurut Johan, penangkapan lima orang tersebut diduga terkait dengan sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini pihaknya kata Johan terus melakukan pemeriksaan terhadap kelima orang tersebut. Kelima orang itu kata Johan masih berstatus terperiksa.
"Di Kompleks Widya Chandra tersebut penyidik menyita, mendapatinya uang dalam bentuk dolar Singapura , perkiraan sementara karena harus dihitung secara akurat kalau dirupiahkan mungkin sekitar 2 hingga 3 milliar rupiah. Jadi CHN dan CN ini diduga memberikan kepada AM, setelah proses serah terima kemudian dilakukan tangkap tangan oleh KPK. Jadi Ini ada laporan beberapa hari lalu bahwa ada serah terima berkaitan dengan adanya sengketa pilkada sebuah kabupaten," papar Johan Budi.
Setelah mendengar adanya penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, sejumlah hakim MK langsung melakukan rapat tertutup. Usai rapat, Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva memastikan bahwa lembaganya tidak terganggu dengan penangkapan ini dan akan terus bekerja.
Dia menyatakan belum mengetahui kasus yang menyebabkan ketua Mahkamah Konstitusi itu ditangkap.
Hamdan Zoelva menjelaskan, "Jadi tetap melaksanakan tugas-tugasnya. Majelis Kehormatan tentu hasil putusannya ada beberapa alternatif, pertama, bebas tidak ada apa-apa. Kedua, peringatan kemudian peringatan keras kemudian diberhentian tetapi sekali lagi itu di luar proses hukum yang sedang berjalan. Kalau proses hukumnya berjalan dan itu terbukti itu dengan sendirinya harus berhenti, tetapi itu masih proses yang panjang."
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Refly Harun mengatakan penangkapan ketua Mahkamah Konstitusi harus dijadikan titik masuk untuk membersihkan lembaga-lembaga negara yang ada.
"Karena MK ini kan sama halnya seperti KPK, pengadilan tipikor Jakarta ini kan harapan kita semua. Hal-hal yang berkenaan dengan MK ini sering saya dengan tetapi kan tentu saya tidak bisa mengatakannya karena itukan cuma isu. Malam ini bagian dari konfirmasi dari isu-isu yang pernah berseliweran," ujar Refly Harun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (2/10) malam menangkap lima orang terkait suap kasus sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas di Provinsi Kalimantan tengah.
KPK juga memastikan bahwa satu dari lima orang yang ditangkap tersebut adalah Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Muchtar.
Juru Bicara KPK Johan Budi dalam keterangan pers di kantornya menjelaskan ketua Mahkamah Konstitusi itu ditangkap setelah adanya penyerahan uang yang diduga berlatar penyuapan di kediamannyanya di perumahan Widya Candra, Jakarta Selatan.
Di tempat yang sama lanjut Johan KPK juga menangkap anggota DPR berinisial CHN dan juga pengusaha. Sementara itu, KPK juga menangkap dua orang lainnya di Hotel kawasan Jakarta Pusat yaitu pejabat daerah Gunung Mas berinisial HB dan juga DH.
Menurut Johan, penangkapan lima orang tersebut diduga terkait dengan sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini pihaknya kata Johan terus melakukan pemeriksaan terhadap kelima orang tersebut. Kelima orang itu kata Johan masih berstatus terperiksa.
"Di Kompleks Widya Chandra tersebut penyidik menyita, mendapatinya uang dalam bentuk dolar Singapura , perkiraan sementara karena harus dihitung secara akurat kalau dirupiahkan mungkin sekitar 2 hingga 3 milliar rupiah. Jadi CHN dan CN ini diduga memberikan kepada AM, setelah proses serah terima kemudian dilakukan tangkap tangan oleh KPK. Jadi Ini ada laporan beberapa hari lalu bahwa ada serah terima berkaitan dengan adanya sengketa pilkada sebuah kabupaten," papar Johan Budi.
Setelah mendengar adanya penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, sejumlah hakim MK langsung melakukan rapat tertutup. Usai rapat, Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva memastikan bahwa lembaganya tidak terganggu dengan penangkapan ini dan akan terus bekerja.
Dia menyatakan belum mengetahui kasus yang menyebabkan ketua Mahkamah Konstitusi itu ditangkap.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Refly Harun mengatakan penangkapan ketua Mahkamah Konstitusi harus dijadikan titik masuk untuk membersihkan lembaga-lembaga negara yang ada.
"Karena MK ini kan sama halnya seperti KPK, pengadilan tipikor Jakarta ini kan harapan kita semua. Hal-hal yang berkenaan dengan MK ini sering saya dengan tetapi kan tentu saya tidak bisa mengatakannya karena itukan cuma isu. Malam ini bagian dari konfirmasi dari isu-isu yang pernah berseliweran," ujar Refly Harun.