MESKIPUN dikabarkan diburu polisi dan intelijen, sosok misterius Bunda Putri tak lantas ‘gentar’. Jumat sore pekan lalu, SINDO Weekly mendapat kabar bahwa perempuan paruh baya yang diduga bernama Non Saputri itu menyambangi kantor Lumbung Informasi Rakyat atau LIRA di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.
Lira berawal dari Blora Center, organisasi relawan pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilu 2004 yang didirikan Sudi Silalahi dan Jusuf Rizal. Lira kini mengklaim sebagai lembaga non-partisan.
Sejak 2010, Saputri menjadi penasihat lembaga swadaya itu. Selain sebagai penasihat, Saputri menjabat Ketua Lira Hijau, salah satu sayap organisasi. Salah seorang staf Lira sempat membantah keberadaan Saputri. Namun kemudian, Wakil Presiden Lira Bidang Polhukam, Imam Bogie Yudha Swara, mengakui Saputri sempat mampir di kantor itu selama dua jam sejak pukul 14.00 WIB. “Dia datang untuk pertemuan biasa saja. Dia memang orang Lira,” kata Imam.
Dipicu sebuah rekaman penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nama Non Saputri pun menjadi bahan pembicaraan orang seantero negeri, dari Istana hingga warung kopi. Rekaman penyadapan yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, beberapa waktu lalu, itu memperdengarkan percakapan tiga orang: Ridwan Hakim, anak Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin; Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS, dan seseorang yang disapa “Bunda”.
Dalam percakapan itu, “Bunda” tampak sangat berpengaruh. Dia bisa mengotak-atik posisi seorang pejabat negara. “Nanti saya ngomong sama Pak Lurah. Benar apa yang kamu bilang tentang Haji Susu itu. Sudah babat saja. Bunda gituin aja. Aman,” kata “Bunda” dalam perbicangan dengan Luthfi melalui telefon genggam milik Ridwan. “Pak Lurah” dalam percakapan itu adalah panggilan yang biasa digunakan untuk menyebut Presiden Yudhoyono.
“Bunda Putri orang yang setahu saya sangat dekat dengan SBY. Dia sangat tahu informasi kebijakanreshuffle,” ujar Luthfi, terdakwa kasus suap impor sapi, saat didesak hakim tipikor untuk menjelaskan identitas lawan bicaranya dalam rekaman tersebut, Kamis dua pekan lalu.
Kesaksian Luthfi kontan membuat Yudhoyono gusar. Malam harinya, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Presiden tegas membantah Luhtfi. “Seribu persen Luthfi bohong,” kata Yudhoyono yang baru saja pulang usai menghadiri KTT Asia Timur di Brunei Darussalam, “Itu 2.000 persen bohong,” tambah Presiden, kali ini soal kesaktian Bunda Putri memengaruhi kebijakan pemerintah.
Kepada SINDO Weekly, Imam Bogie menegaskan Bunda Putri adalah Non Saputri, koleganya di Lira. Penegasan Imam diperkuat oleh Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syuro PKS, saat bersaksi dalam persidangan tipikor dengan terdakwa Luthfi. “Saya mengenal dia dengan nama Non Saputri.” Meski demikian, Imam tak menampik jika Saputri dan Sylvia saling mengenal. “Kalau bicara jaringan mereka berdua, itu sudah pasti (saling mengenal),” kata Imam.
Sumber SINDO Weekly mengatakan, di antara semua pejabat tersebut, Saputri justru lebih dekat dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Pada periode 2008-2010, Saputri bekeja sebagai Juru Bicara Petronas, perusahaan minyak negara milik Malaysia. Saputri bertugas melobi pejabat Indonesia karena Petronas berminat menanam modal di lapangan gas Natuna D-Alpha yang kemudian disebut Blok Natuna Timur. Kebetulan sebagai Menteri Sekretaris Negara, Hatta saat itu terlibat dalam negosiasi Blok Natuna. “Bunda Putri itu punya hubungan bisnis dengan Hatta. Sekarang yang ketar-ketir ya si rambut perak (Hatta Rajasa),” kata sumber itu.
Sumber itu juga mengatakan, Saputri datang ke Kantor Lira bukan untuk urusan yang biasa-biasa saja. Saputri menyesalkan Presiden Yudhoyono yang mengaku tidak mengenalnya. “Dia kecewa soal 1.000 dan 2.000 persen itu. Dia menyatakan 3.000 persen itu benar (Presiden mengenalnya).”