Pada faktanya, sejarah penemuan sel tak akan pernah lepas dari keberadaan mikroskop. Sebab, dengan ditemukannya alat tersebut, bentuk sel di dalam organisme bisa terlihat dengan jelas. Mikroskop sendiri ditemukan kira-kira pada akhir abad ke-16. Alat dengan dua lensa ini kemudian mengalami perkembangan yang sangat pesat di beberapa Negara yakni Belanda, Inggris juga Italia. Sampai pada pertengahan abad ke 17, mikroskop mengalami perbaikan yang cukup signifikan sehingga perbesaran objeknya mencapai 30 kali lipat! Kemudian seorang ilmuan berkebangsaan Inggris bernama Robert Hooke (1635 – 1703) menyempurnakan mikroskop dengan menciptakan sifat majemuk sehingga ia mempunyai sumber cahayanya sendiri. Hal tersebut kemudian memudahkan penggunaan mikroskop di kemudian hari.
Inovasi Robert Hooke berlanjut dengan kegiatannya yang mengamati potongan kecil gabus dengan mikroskop. Ia kemudian menemukan fakta bahwa gabus tersebut memiliki bilik-bilik atau rongga kecil yang ia namakan cell, sebab Hooke melihatnya serupa dengan bilik atau kamar di biara juga penjara. Boleh dikata, sejarah penemuan sel dibuka oleh Robert Hooke yang kemudian secara estafet dilanjutkan penelitiannya oleh ilmuan lainnya. Meski demikian, sebenarnya pada masa yang sama, seorang saudagar kain dari Belanda bernama Antony Val Leeuwenhoek membuat mikroskop versinya sendiri. Kemudian ia mulai menggunakan alat tersebut untuk mengamati banyak objek. Dengan kegiatannya tersebut, ia kabarnya berhasil melihat sel darah merah, protozoa, bakteri juga spermatozoid. Lebih lanjut, saudagar kain ini mengirimkan surat atau semacam laporan kepada sebuah organisasi ilmiah di Inggris bernama Royal Society. Ia mengabarkan hal menakjubkan yang ia temukan. Salah satunya adalah benda-benda bergerak dalam air liur yang sebenarnya merupakan bakteri.
Berlanjut pada tahun berikutnya, ilmuan bernama Schleiden dan T. Schwann mulai mengamati sel-sel jaringan tumbuhan juga hewan. Schleiden sendiri mengamati sel pada tumbuhan. Ia mendapatkan fakta bahwa terdapat banyak sel yang menjadi penyusun tubuh tanaman. Kemudian ia mengemukakan kesimpulannya bahwa bagian terkecil dari tumbuhan adalah apa yang disebut dengan sel. Di lain pihak, ilmuan T. Schwann juga mengadakan penelitian lebih lanjut dengan bagian tubuh hewan. Ia juga menemukan hal yang sama, dan menyimpulkan bahwa bagian paling kecil dari hewan adalah sel. Hal tersebut diterima oleh beberapa ilmuan. Sampai pada akhirnya fakta baru diketemukan oleh Robert Brown di tahun 1831. Ia meneliti sel pada tanaman angrek dan menemukan benda kecil yang terlihat mengapung di dalam sel. Selanjutnya, benda mengapung tersebut ia namakan dengan inti sel atau yang biasa disebut nucleus. Inti sel ini memegang peranan yang penting di dalam sel sebab ia menjadi pusat pengatur segala aktiftas sel.
Sejalan dengan penemuan Brown, dua ilmuan yakni Johanner Purkinye juga Felix Durjadin di tahun 1935 kembali mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap struktur sel. Mereka menjumpai cairan di dalam sel yang kemudian dikenal dengan nama protoplasma. Hasil penelitian ini kemudian disempurnakan oleh Maz Schultze yang tiba pada kesimpulan bahwa cairan protoplasma tersebut merupakan hal paling mendasar dari kehidupan organisme dan tempat paling inti dimana proses hidup berlangsung.
Sejarah penemuan sel ini menandai lahirnya teori-teori baru dalam ilmu biologi, antara lain:
Sejarah penemuan sel ini menandai lahirnya teori-teori baru dalam ilmu biologi, antara lain:
- Sel adalah unit struktural dari makhluk hidup
- Sel adalah unit fungsional dari makhluk hidup.
- Sel adalah unit reproduksi dari makhluk hidup.
- Sel juga merupakan unit hereditas dari makhluk hidup