Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta rombongan delegasi Indonesia, diberitakan telah disadap oleh agen intelijen Inggris saat menghadiri pertemuan puncak G-20 di London pada 2009. Hal ini dilaporkan oleh Sydney Morning Herald, Jumat pekan lalu.
Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizsyah mengaku Presiden sudah mengetahui hal itu. Namun, belum ada tanggapan secara kenegaraan dari Presiden.
"Yang saya ketahui, Beliau sudah mengetahui. Tapi apa reaksinya belum kami ketahui. Dari segi etika hubungan antarnegara, tindakan penyadapan itu suatu yang harus dihindari," ujar Faizsyah di kompleks Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin, 29 Juli.
Media Australia itu memuat mengenai penyadapan terhadap Presiden dengan mengutip sumber anonim dari intelijen dan Kementerian Luar Negeri di benua kangguru itu.
Australia dalam hal ini, hanya menerima keuntungan dari hasil sadapan itu. Sementara yang melakukan penyadapan disebutkan adalah intelijen AS dan Inggris.
Menurut Faizsyah, karena informasi itu hanya diberitakan melalui media massa, Indonesia akan sulit untuk melakukan konfirmasi. Kecuali pihak yang melakukan penyadapan melakukan konfirmasi terhadap pemberitaan itu. Ia menyatakan, seharusnya informasi bisa diakses dengan prosedur hubungan kenegaraan yang benar. Bukan dengan penyadapan yang diduga dilakukan intelijen Inggris ini.
"Kita melihat bahwa masalah pengelolaan informasi menjadi semakin penting yang mana tentunya kita menduga ada pihak-pihak yang ingin mengetahui informasi yang sifatnya berangkat dari sinyalemen ini. Kita terus meningkatkan pengamanan informasi," tegas Faizsyah.
Dari pemberitaan media Australia itu disebutkan PM Kevin Rudd menerima keuntungan dari kegiatan mata-mata Inggris pada Presiden SBY pada KTT G20 tahun 2009 di London.
Pejabat Australia yang berpartisipasi dalam pertemuan kepala negara mengatakan, delegasi Australia menerima 'dukungan intelijen yang sangat bagus' termasuk banyak informasi yang dibagikan oleh Inggris dan AS.
PM Rudd, dikatakan, memiliki keinginan yang besar akan informasi intelijen, terutama pada pemimpin Asia Pasifik, Yudhoyono, Manmohan Singh (PM India) dan Hu Jintao (mantan Presiden China.
Hasil penyadapan itu digunakan untuk mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk dukungan untuk memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.