Monday, April 15, 2013

Tentara dan Beragam Kisah Kekerasan

Pelaku penyerangan dan pembunuhan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, Cebongan, Sleman, Yogyakarta terkuak sudah. Investigasi Tim 9 Angkatan Darat yang dikomandani Brigadir Jenderal TNI Unggul K. Yudhoyono membuktikan, 11 anggota Komando Pasukan Khusus atau  Kopassus Grup II Sukoharjo, Jawa Tengah sebagai penyerang dan bertanggung jawab atas insiden Sabtu (23/3) dini hari itu. 

Markas Besar TNI AD mencopot Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso yang membantah keterlibatan anggotanya dalam penyerangan tersebut. Namun para prajurit justru mengakui perbuatannya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut para prajurit itu sebagai ksatria lantaran mengakui perbuatannya. “Bagi saya itu sifat kesatria, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan,” ujarnya, dua minggu setelah pembunuhan. “Itulah prajurit sejati yang harus ditunjukkan kepada seluruh rakyat Indonesia.”

Para prajurit yang kena tuduhan pembunuhan itu bakal diadili di Peradilan Militer. Komandan Jenderal Kopassus Mayor Jenderal Agus Sutomo berjanji peradilannya dilakukan transparan. 

Pengamat militer dari Universitas Indonesia, Andi Wijayanto menuturkan, 11 anggota pasukan elit itu hanya memiliki konsekuensi secara prosedural. Mereka tidak diadili di pengadilan sipil. 

Hal ini karena belum ada terobosan hukum dalam sistem peradilan di Indonesia. Padahal, kata dia, peradilan yang terkoneksi antara sipil dan militer merupakan salah satu amanat reformasi.  Karena itu, dia meragukan adanya objektivitas dalam pengadilan tersebut.

“Perlu ada terobosan hukum agar para pelaku kejahatan seperti ini bisa diadili di pengadilan sipil, sehingga keadilan masyarakat dapat terpenuhi,” ujarnya.

Terobosan hukum itu, lanjut Andi, berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Peradilan Militer guna menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran semacam kasus Cebongan. Kasus ini, baginya sebagai persoalan serius mengingat dilakukan oleh pasukan elit yang sejatinya memberi teladan kepada masyarakat dan menjadi andalan negara dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. “Bukan malah membuat kekacauan,” tandasnya.

Dalam pandangan Andi, laporan investigasi yang diumumkan Kamis (4/4) itu telah dikunci sebagai kasus pelanggaran yang hukumannya berdasarkan tingkat kepangkatan dan perannya dalam penyerangan. Bagi dia, itu saja tidak cukup. Perlu ada ketegasan Dewan Kehormatan Perwira jika aksi ini diduga melibatkan atasan. 

Kata dia, seorang komandan bisa dimintai pertanggungjawabannya jika terindikasi melakukan pembiaran atau abai terhadap perilaku pasukannya. “Kita mengenal rantai komando dalam militer. Seorang atasan harus dijatuhi hukuman jika terbukti membiarkan atau tidak mengetahui aksi anak buahnya,” tegasnya.

Dalam menangani kasus pelanggaran hukum seperti ini, Andi menyarankan TNI bercermin pada penanganan kasus pembunuhan tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay yang dilakukan anggota Kopassus pada 10 November 2001. Mahkamah Militer Tinggi III, Surabaya, akhirnya menjatuhkan vonis hukuman penjara 3,5 tahun kepada tujuh prajurit pasukan khusus lantaran terbukti melakukan penganiayaan yang berakibat kematian Eluay.

Komandan Kopassus Port Numbay, Letnan Kolonel Hartomo dijatuhi hukuman serupa dan dipecat dari dinasnya di TNI AD. Vonis ini dijatuhkan dengan pertimbangan posisi dan citra TNI yang masih disoroti oleh beragam kasus pelanggaran HAM di Indonesia. 

“Jika penangan semacam ini dilakukan tentu bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI,” katanya.



Daftar pelanggaran hukum anggota TNI
Peristiwa pelanggaran hukum apa saja yang telah mencoreng nama besar Korps Tentara Nasional Indonesia? Berikut di antaranya.

Penculikan Aktivis Pro-Demokrasi
KASUS: Penculikan 23 orang aktivis pro-demokrasi menjelang Pemilihan Umum 1997 hingga lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998. Korban penculikan itu, 1 orang ditemukan meninggal. 9 orang kembali dalam keadaan hidup. Sementara 13 aktivis hingga kini tidak ketahui di mana rimbanya.

PELAKU: 11 prajurit Tim Mawar, sebuah tim kecil dari Kopassus Grup IV. 

HUKUMAN: 

1. Ketua Mahkamah Militer, Kolonel CHK Susanto melalui putusan nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 menvonis 22 bulan penjara kepada Komandan Tim Mawar, Mayor Inf Bambang Kristiono dan memecatnya sebagai anggota TNI. 

2. Mahkamah juga memvonis Wakil Komandan Tim Mawar, Kapten Inf Fausani Syahrial Multhazar, Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.

3. Sisanya, 6 prajurit dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.

4. Terkait tanggung jawab komando dan ketidakmampuan mengatahui kegiatan anggota, atas rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira, Panglima ABRI membebastugaskan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dari dinas di TNI. Hukuman yang sama juga dijatuhkan kepada Mayjen TNI Muchdi PR dan Komandan Grup IV Kolonel Inf. Chairawan. 

Penyiksaan Terhadap Warga Sipil
KASUS 1:
 Maret, 2010, terjadi penganiayaan yang dilakukan tentara. Kinderman Gire, seorang warga yang dicurigai terlibat kelompok bersenjata, meninggap.

PELAKU: Anggota Batalyon 753/AVT Nabire

HUKUMAN: Majelis Hakim Pengadilan Militer Jayapura menjatuhkan vonis kurungan: 6 bulan kepada Pratu Hasirun, 1,3 tahun kepada Pratu Heri P dan 7 bulan kepada Sertu ST Sihombing.

KASUS 2: Oktober 2010. Sebuah video yang menunjukkan penyiksaan yang dilakukan tentara kepada sejumlah warga yang diduga terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM). Video beredar di masyarakat melalui situs YouTube. Tindakan penyiksaan saat interogasi itu terjadi di di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua. 

PELAKU: Tentara  di Pos TNI Gurage Tingginambut

HUKUMAN:
1. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Jayapura Letkol Adil Karo-karo menjatuhi hukuman masing-masing 10 bulan kepada Serda Irwan Rizkiyanto (Wakil Komandan Pos), 9 bulan kepada Pratu Thamrin Mahangiri dan 8 bulan kepada Yakson Agu. 

2. Dalam persidangan terpisah, Majelis Hakim menvonis Letda Cosmos, anggota Kesatuan 753 AVT/NABIRE Kodam XVII Cendrawasih, 7 bulan penjara.

KASUS 3: November, 2011. Penganiayaan terhadap 12 warga di Karulu, Jayawijaya, Papua, dengan bayonet.

PELAKU: Anggota TNI Angkatan Darat dari Korem 172/PWY. 

HUKUMAN: Sebanyak 7 tentara ditarik dari tugasnya dan ditahan di Pos Militer, Wamena. 

KASUS 4: Desember, 2011. Seorang tentara membunuh pacarnya, Siti Faizah, warga Kelurahan Banyumeneng, Kecamatan Mranggen Semarang lantaran merasa mengalami jalan buntu atas kisah cinta segitiga yang melilitnya.

PELAKU: Anggota TNI Kodam IV Diponegoro 

HUKUMAN: Serda Yusuf Harnawan diganjar hukuman penjara 13 tahun.

KASUS 5: Juni, 2012. Sebanyak 8 warga mengalami luka-luka akibat penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah tentara. Kasusnya terkait konflik lahan di sekitar perkebunan Tlogorejo Baru, Malang, Jawa Timur. Usai bentrokan, 6 warga dinyatakan hilang.

PELAKU: Anggota Batalyon Zeni Tempur V Kepanjen TNI AD

HUKUMAN: Belum ada langkah konkret dari kasus ini.

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...