Saturday, March 23, 2013

Peraturan KPU dan Dilema Elit Politik

PERHATIAN elit politik di Sulsel beberapa hari terakhir banyak tertuju pada Paraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 

Itu karena, aturan baru KPU tentang pileg ini sedikit membatasi ruang gerak mereka, bahkan diperhadapkan pada dua pilihan yang bersifat mutlak, seperti keharusan menanggalkan jabatan sebagai anggota dewan ketika loncat partai untuk menjadi caleg 2014, atau pun pencalegan mereka otomatis batal saat maju sebagai calon kepala daerah apakah itu wali kota atau pun bupati.

Regulasi yang tidak memberi ruang calon wali kota dan calon wakil wali kota menjadi calon legislatif (caleg) di saat yang sama itu, dipastikan membuat politisi yang ramai-ramai mengincar pilwakot dilematis. Menjadi dilematis karena mereka harus memilih apakah bertarung di pilwalkot atau tetap berada mengincar legislatif.

Di sini, mereka dihadapkan pilihan apakah tetap menjadi caleg di partai lain pada pileg 2014, atau mundur dari jabatannya sebagai anggota dewan. Begitu juga apakah memilih caleg atau maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Tapi aturan ini tidak hanya menjadi perbincangan hangat kalangan politisi di Sulsel yang ingin mencaleg, juga dipastikan jadi perbincangan kepala desa (kades) dan perangkatnya. Betapa tidak, kades dan perangkatnya juga diwajibkan mundur saat memilih menjadi caleg. Bukan tidak mungkin, sejumlah kepala desa yang ada di Sulsel memupuskan harapannya mengincar legislatif demi mempertahankan jabatannya. 

Dalam berbagai kesempatan, beberapa anggota dewan seperti di DPRD Sulsel banyak membincangkan keharusan mundur ini. Banyak di antara mereka yang menjadikan waktu santai mereka untuk membicarakan regulasi, termasuk mencoba saling tahu bagaimana reaksi sesama anggota dewan ketika  diminta pilihan mundur atau jadi caleg.               

Situasi sama terjadi di kalangan politisi yang mengincar kepala daerah. Bahkan regulasi ini diasumsi akan membuat tokoh politik akan berguguran dan memilih mundur dari bursa cawali atau kepala daerah, apalagi kalau melihat surveinya tidak memungkinkan bersaing dengan calon lain. Mereka akan mempertimbangkan secara matang memilih cawali atau fokus di caleg.

Sekadar mengingatkan, KPU Sulsel dan KPU Makassar pekan lalu menyosialisasikan regulasi baru KPU ini. Dari sosialisasi inilah perbincangan seputar pencalegan, bursa cawali menjadi semakin hangat. Bagi KPU Sulsel, aturan ini dianggap cukup baik bagi perpolitikan kita, dimana ada banyak nilai positif yang bisa diwujudkan.

"Coba kita bayangkan kalau seorang wali kota atau calon bupati maju pada proses pemilihan yang berbeda atau jadi caleg. Kalau misalnya dia terpilih di dua proses itu, otomatis harus memilih juga. Ini kan membuat kesempatan orang lain untuk terpilih terganjal," kata Ketua KPU Sulsel, Jayadi Nas.

Jayadi berasumsi, ketika politisi tidak terlibat dalam proses politik berbeda saat bersamaan, maka ada ruang bagi politisi lain terlibat. Dengan demikian, asas keadilan dan pemerataan serta kesempatan untuk terlibat dalam politik makin terbuka untuk politisi lain.

Makanya, ketika peraturan KPU ini coba disoal beberapa anggota Komisi II DPR RI, Jayadi melihat reaksi tersebut tidak akan mengubah peraturan yang telah dibuat KPU, karena regulasi ini tidak bermasalah. Belum lagi, sebelum aturan ini diteken, KPU sudah melakukan konsultasi ke DPR termasuk pemerintah. "Peraturan ini tidak dibuat sendiri KPU tapi sudah dikonsultasikan ke DPR dan pemerintah," sebut Jayadi.

Pastinya, elit politik harus berani dan mulai membuat pilihan tepat dalam proses pemilu 2014 mendatang, apakah menjadi caleg atau menjadi calon wali kota. Tidak boleh lagi di saat bersamaan jadi caleg dan calon kepala daerah

PEMBELAJARAN IPA DI LUAR KELAS

IPA merupakan salah satu Mata Pelajaran yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Di dalam IPA dipelajari tentang sesuatu yang berhubungan ...