Banyak yang mengatakan jika kata hati itu
tidak pernah salah, tetapi untuk kasus Kata
Hati yang satu ini
mungkin ia akan mengecewakanmu. Diangkat dari novel teenlit milik Bernard Batubara yang sebelumnya
pernah menghadiirkanRadio Galau, Kata Hati punya jeroan yang tidak jauh berbeda
dengan pendahulunya itu; galau, galau dan galau lagi. Ceritanya tentang seorang
penggemar kopi pahit, eh, maksud saya seorang fotografer yang sedang galau
berat karena ditinggal pacar cantiknya, Dera (Kimberly Ryder), yang memilih
untuk mengejar karier modeling-nya ketimbang duduk-duduk santai di kedai kopi.
Lalu di sudut lain ada Fila (Joanna Alexandra), jomblowati seumur hidup dan friend-zoner sejati yang suatu hari harus merelakan
sahabatnya jatuh cinta dengan orang lain. Yang terjadi kemudian adalah kedua
insan yang gundah gulana ini kemudian bertemu dan saling menyebuhkan satu sama
lain.
Ini sangat
sederhana, pria bertemu dengan wanita lalu kemudian jatuh cinta, tidak peduli
jika kemudian diselipkan embel-embel cinta segitiga, cinta SMU atau cinta lama
bersemi kembali itu pada akhirnya menjadi tidak terlalu penting lagi, toh Kata Hati sendiri memang bukan tontonan yang
penting. Jika kamu mengetahui sepak terjang penulis naskahnya tentu tidak heran
jika romansa garapan sutradara Iqbal Rais ini punya nada yang sama dengan
karya-karya sebelumnya. Jadi jika seorang Haqi Achmad bisa membuat pocong
bergalau ria kenapa tidak dengan yang satu ini, toh karakternya hanyalah
seorang pria dan perempuan Jogja biasa yang sedang mengalami krisis percintaan.
Yang menjadi masalah bukan premis sederhananya, namun bagaimana kamu seharusnya
bisa membuat sesuatu yang kecil menjadi lebih besar, bukan tetap kecil seperti
novelnya.
Ya, naskahnya
lemah dan cenderung terlalu lurus, tidak peduli
kemudian ia diberikan penghalang berupa seorang cantik bernama Kimberly Rider
yang muncul ditengah-tengah dua hati yang sedang saling mengobati dan
memperburuk keadaan toh ia tidak pernah menjadi terlalu rumit, bahkan kita bisa
‘mencium’ endingnya dari kejauhan tanpa harus menjadi anjing pelacak tapi
sekali lagi bukan hanya itu masalahnya. Ekskusi yang dilakukan Iqbal Rais juga semakin
memperparah segalanya. Alurnya lambat, terlalu bertele-tele tidak peduli ketika
ia bersama DOP-nya berhasil menangkap gambar-gambar cantik kota Jogja atau
bagaimana Andhika Triyadi mampu membungkusnya dengansoundtrack-soundtrack romantis, ini sama sekali tidak
bekerja dengan baik, itu saya belum menyebut dua karakter utamanya yang tidak
punya cukup chemistry untuk membuatmu percaya bahwa ada
banyak cinta di dalamnya. Lalu ada sub plot bodoh tentang adik Fila yang sama
sekali tidak penting kecuali untuk memperpanjang durasiny.
Kata Hati itu seperti permen karet yang dengan cepat kehilangan
rasa manisnya. Tidak ada yang salah dengan premisnya yang usang, tetapi ketika
Haqi Achmad tidak mampu mengolah sumbernya dengan baik maka kamu bisa lihat
hasilnya; sebuah kegalauan yang kosong. Tetapi Haqi tidak sendiri, Iqbal Rais
dengan penyajian yang ala kadarnya juga membuat Kata Hati terasa seperti FTV ketimbang sebuah
film layar lebar.