KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHOGuru Tuntut Keadilan - Sejumlah perwakilan guru se Jawa Barat menggelar aksi menuntut keadilan masalah penempatan kerja yang tidak kunjung pasti yang berdampak pada pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (4/6/2012). Sebagian guru di provinsi Jawa Barat hingga kini belum mendapatkan pemayaran TPG yang seharusnya paling lambat disalurkan bulan April 2012.
Karut-marut penyaluran tunjangan profesi guru menjadi catatan khusus bagi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) di akhir tahun 2012. Kenaikan anggaran tunjangan profesi guru pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012 sebesar Rp 12 triliun dinilai tidak membawa dampak yang menggembirakan bagi para guru.
Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengatakan bahwa kenaikan tersebut tidak membawa dampak apa-apa karena kerap terlambat diterima oleh guru, bahkan tidak pernah sampai ke tangan guru-guru di sejumlah daerah. Uchok mengatakan, tunjangan justru menguntungkan para pejabat pendidikan.
"Kenaikan ini menguntungkan para birokrat pendidikan di daerah karena alokasi anggaran pendidikan yang masuk ke rekening daerah tidak langsung diserahkan kepada para guru," kata Uchok, di Jakarta, Sabtu (29/12/2012).
Dia menjelaskan, keterlambatan penyaluran tunjangan profesi ini terjadi karena terkadang anggaran tunjangan profesi guru diendapkan dulu dalam rekening birokrat daerah agar memperoleh bunga dari uang tersebut. Bunga uang yang diendapkan itu juga bukan untuk para guru.
"Ini juga yang jadi penyebab kenapa waktu pemberian tunjangan guru itu berbeda-beda. Ada yang dua bulan sekali, Tiga bulan sekali, 4 bulan sekali, dan ada juga yang 6 bulan sekali," jelas Uchok.
Seperti diketahui dari data FITRA, APBN 2011 mengalokasi anggaran tunjangan profesi guru sekitar Rp.18 triliun. Kemudian pada APBN Perubahaan 2012, alokasi anggaran untuk tunjangan profesi guru naik menjadi sekitar Rp 30 triliun. Sayangnya, kenaikan sebesar Rp. 12 triliun ini tidak menyelesaikan masalah tunjang bagi para guru.
Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengatakan bahwa kenaikan tersebut tidak membawa dampak apa-apa karena kerap terlambat diterima oleh guru, bahkan tidak pernah sampai ke tangan guru-guru di sejumlah daerah. Uchok mengatakan, tunjangan justru menguntungkan para pejabat pendidikan.
"Kenaikan ini menguntungkan para birokrat pendidikan di daerah karena alokasi anggaran pendidikan yang masuk ke rekening daerah tidak langsung diserahkan kepada para guru," kata Uchok, di Jakarta, Sabtu (29/12/2012).
Dia menjelaskan, keterlambatan penyaluran tunjangan profesi ini terjadi karena terkadang anggaran tunjangan profesi guru diendapkan dulu dalam rekening birokrat daerah agar memperoleh bunga dari uang tersebut. Bunga uang yang diendapkan itu juga bukan untuk para guru.
"Ini juga yang jadi penyebab kenapa waktu pemberian tunjangan guru itu berbeda-beda. Ada yang dua bulan sekali, Tiga bulan sekali, 4 bulan sekali, dan ada juga yang 6 bulan sekali," jelas Uchok.
Seperti diketahui dari data FITRA, APBN 2011 mengalokasi anggaran tunjangan profesi guru sekitar Rp.18 triliun. Kemudian pada APBN Perubahaan 2012, alokasi anggaran untuk tunjangan profesi guru naik menjadi sekitar Rp 30 triliun. Sayangnya, kenaikan sebesar Rp. 12 triliun ini tidak menyelesaikan masalah tunjang bagi para guru.