Buntut ditahannya 6 orang mahasiswa yang diamankan saat aksi unjuk rasa di DPRD Kalsel, Jumat (14/9) tadi, puluhan mahasiswa mendatangi Mapolda Kalsel dan Mapolresta Banjarmasin, kemarin.
Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Kalsel dan organisasi mahasiswa Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK) ini menuntut aparat agar rekannya yang saat ini berada di tahanan Mapolresta dibebaskan.
Aksi pertama dilakukan mereka di Mapolda Kalsel sekitar pukul 10.30 Wita. Selain meminta rekannya dibebaskan, mereka juga meminta atribut mereka yang disita oleh aparat, dikembalikan.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut agar aparat Kepolisian yang bersikap arogan saat unjuk rasa lalu yang menyebabkan salah seorang mahasiswa digigit anjing K9, ditindak tegas.
Di Polda, mereka diterima Perwira Menengah Pengawas (Pamenwas) Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar Polisi Nur Khamid dan Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar Polisi Himawan Sugeha. Intinya, semua aspirasi akan didengarkan.
Namun, untuk urusan membebaskan rekan mereka, Polda Kalsel meminta hal ini disampaikan ke Polresta Banjarmasin yang melakukan penahanan.
“Kewenangan ini di Polresta. Selain itu, khususnya soal tudingan arogansi aparat, akan kami sampaikan ke pimpinan,” kata Khamid.
Tak puas dengan jawaban tersebut, mahasiswa bergeser menuju Mapolresta Banjarmasin. Belum sampai di pintu masuk Mapolresta. Mereka sudah tertahan oleh puluhan aparat kepolisian yang berjaga sekitar 100 meter dari pintu masuk.
Aparat rupanya sudah siap. Hal ini terlihat dari mobil water canon yang sudah bersiaga di depan Mapolresta sejak pagi. Begitu pula pasukan huru-hara gabungan dari Brimob. Para polwan juga bersiaga di barisan depan untuk membujuk mahasiswa.
Sadar tak mungkin menembus blokade untuk berorasi di depan pintu Mapolresta Banjarmasin, mahasiswa menurut berorasi di sisi jalan. Selain menuntut rekannya dibebaskan, mereka juga meminta untuk ketemu dengan Kapolresta Banjarmasin untuk menyampaikan keinginan mereka.
Aparat sendiri hanya memperbolehkan perwakilan yang masuk. Sontak saja mahasiswa menolak tegas. Mereka ingin semuanya untuk masuk ke dalam dan melihat langsung rekan mereka yang ditahan.
“Kami ingin semua masuk. Satu untuk semua,” teriak mahasiswa.
Negosiasi ini memakan waktu satu jam lebih. mahasiswa ngotot tak mau masuk jika hanya perwakilan saja. Berkali-kali pula aparat membujuk agar hanya perwakilan saja yang bisa masuk. Hingga pada akhirnya, mahasiswa pun mengalah.
Lima orang dari mereka dipersilahkan masuk. Di loby Mapolresta sudah menunggu Wakil Kepala Kepolisan Daerah Kalsel, Brigadir jenderal Polisi M Nasri dan Kapolresta Banjarmasin, Komisaris Besar Polisi Sumarto. Di pertemuan itu, mereka tetap ngotot agar rekan mereka dibebaskan.
Alasannya adalah, perusakan yang dilakukan tidak sebanding dengan yang dirasakan masyarakat jika pemerintah tak mengambil langkah untuk menstabilkan ekonomi sekarang.
“Berapa sih harga plakat yang rusak itu, kami bisa menggantinya. Tapi perlu diingat imbas dari ekonomi, sangat besar. Ini persoalan kecil. Kami sudah berkali-kali ingin ketemu dengan anggota dewan selalu tak ada. Apakah ini sebanding,” tutur Zainul Muslihin salah seorang koordinator aksi.
Sumarto sendiri menegaskan, ada aturan yang harus dilakukan dalam berunjuk rasa. Dia merujuk Peraturan Kapolri No.9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Aturan itu mengatur bagaimana aksi yang tidak melanggar ketentuan perundang-undang, mulai dari segi tata cara, waktu dan tempat pelaksanaan, hingga mekanisme penindakan.
Pada prinsipnya, cara-cara yang dilarang saat melakukan aksi, antara lain melakukan perusakan, pembakaran, serta meledakan benda dan bangunan, serta membawa benda-benda yang membahayakan serta melakukan provokasi untuk melakukan tindakan jahat, kekerasan, serta ujaran kebencian.
“Enam orang dinyatakan sebagai tersangka. Karena cukup dua alat bukti yang ditemukan,” ujar Sumarto.
Sumarto pada dasarnya mengatakan ia mengapresiasi perjuangan mahasiswa, selama itu disampaikan dengan santun. Menurutnya bisa dilaporkan ke komisi etik DPRD.
“Soal imbas dari dolar ini, saya rasa masyarakat Kalsel, khususnya Banjarmasin sangat kondusif sejak lama, jadi saya rasa tak perlu dengan aksi kemarin,” tambahnya.
Alih-alih dibebaskan, Sumarto mengungkapkan jika enam mahasiswa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia mengklaim penetapan dilakukan setelah polisi melakukan pengumpulan alat bukti dan melakukan gelar perkara.
Dia mengatakan memang ada upaya penangguhan penahanan yang diajukan pihak rektorat dan keluarga. Namun pihaknya pun belum bisa memastikan akan menyetujui atau tidak.
“ Kita lihat proses penyidikan, kalo tidak perlu ditahan, maka tidak ditahan,” katanya.
Sementara Wakil Rektor UIN Antasari Bidang Kemahasiswaan, DR Nida Mufidah, mengungkapkan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pihak Polda Kalsel dan Polresta Banjarmasin.
“Sejak tadi malam (Jumat,14/9) kita melakukan pendampingan dan mengomunikasikan terkait kasus yang menjerat mahasiswa kami. Alhamdulillah kita disambut baik dan semoga ada hikmahnya bagi semua, khususnya anak-anak kami,” ucapnya.
Nida, mengatakan Rektorat akan melakukan negosiasi dengan DPRD Provinsi Kalsel untuk mencarikan jalan keluar.
“Mahasiswa yang diamankan itu adalah yang berprestasi. Dan kita berharap semoga ada jalan keluar agar mahasiswa kami tidak ditahan,” pungkasnya
Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Kalsel dan organisasi mahasiswa Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK) ini menuntut aparat agar rekannya yang saat ini berada di tahanan Mapolresta dibebaskan.
Aksi pertama dilakukan mereka di Mapolda Kalsel sekitar pukul 10.30 Wita. Selain meminta rekannya dibebaskan, mereka juga meminta atribut mereka yang disita oleh aparat, dikembalikan.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut agar aparat Kepolisian yang bersikap arogan saat unjuk rasa lalu yang menyebabkan salah seorang mahasiswa digigit anjing K9, ditindak tegas.
Di Polda, mereka diterima Perwira Menengah Pengawas (Pamenwas) Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar Polisi Nur Khamid dan Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar Polisi Himawan Sugeha. Intinya, semua aspirasi akan didengarkan.
Namun, untuk urusan membebaskan rekan mereka, Polda Kalsel meminta hal ini disampaikan ke Polresta Banjarmasin yang melakukan penahanan.
“Kewenangan ini di Polresta. Selain itu, khususnya soal tudingan arogansi aparat, akan kami sampaikan ke pimpinan,” kata Khamid.
Tak puas dengan jawaban tersebut, mahasiswa bergeser menuju Mapolresta Banjarmasin. Belum sampai di pintu masuk Mapolresta. Mereka sudah tertahan oleh puluhan aparat kepolisian yang berjaga sekitar 100 meter dari pintu masuk.
Aparat rupanya sudah siap. Hal ini terlihat dari mobil water canon yang sudah bersiaga di depan Mapolresta sejak pagi. Begitu pula pasukan huru-hara gabungan dari Brimob. Para polwan juga bersiaga di barisan depan untuk membujuk mahasiswa.
Sadar tak mungkin menembus blokade untuk berorasi di depan pintu Mapolresta Banjarmasin, mahasiswa menurut berorasi di sisi jalan. Selain menuntut rekannya dibebaskan, mereka juga meminta untuk ketemu dengan Kapolresta Banjarmasin untuk menyampaikan keinginan mereka.
Aparat sendiri hanya memperbolehkan perwakilan yang masuk. Sontak saja mahasiswa menolak tegas. Mereka ingin semuanya untuk masuk ke dalam dan melihat langsung rekan mereka yang ditahan.
“Kami ingin semua masuk. Satu untuk semua,” teriak mahasiswa.
Negosiasi ini memakan waktu satu jam lebih. mahasiswa ngotot tak mau masuk jika hanya perwakilan saja. Berkali-kali pula aparat membujuk agar hanya perwakilan saja yang bisa masuk. Hingga pada akhirnya, mahasiswa pun mengalah.
Lima orang dari mereka dipersilahkan masuk. Di loby Mapolresta sudah menunggu Wakil Kepala Kepolisan Daerah Kalsel, Brigadir jenderal Polisi M Nasri dan Kapolresta Banjarmasin, Komisaris Besar Polisi Sumarto. Di pertemuan itu, mereka tetap ngotot agar rekan mereka dibebaskan.
Alasannya adalah, perusakan yang dilakukan tidak sebanding dengan yang dirasakan masyarakat jika pemerintah tak mengambil langkah untuk menstabilkan ekonomi sekarang.
“Berapa sih harga plakat yang rusak itu, kami bisa menggantinya. Tapi perlu diingat imbas dari ekonomi, sangat besar. Ini persoalan kecil. Kami sudah berkali-kali ingin ketemu dengan anggota dewan selalu tak ada. Apakah ini sebanding,” tutur Zainul Muslihin salah seorang koordinator aksi.
Sumarto sendiri menegaskan, ada aturan yang harus dilakukan dalam berunjuk rasa. Dia merujuk Peraturan Kapolri No.9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Aturan itu mengatur bagaimana aksi yang tidak melanggar ketentuan perundang-undang, mulai dari segi tata cara, waktu dan tempat pelaksanaan, hingga mekanisme penindakan.
Pada prinsipnya, cara-cara yang dilarang saat melakukan aksi, antara lain melakukan perusakan, pembakaran, serta meledakan benda dan bangunan, serta membawa benda-benda yang membahayakan serta melakukan provokasi untuk melakukan tindakan jahat, kekerasan, serta ujaran kebencian.
“Enam orang dinyatakan sebagai tersangka. Karena cukup dua alat bukti yang ditemukan,” ujar Sumarto.
Sumarto pada dasarnya mengatakan ia mengapresiasi perjuangan mahasiswa, selama itu disampaikan dengan santun. Menurutnya bisa dilaporkan ke komisi etik DPRD.
“Soal imbas dari dolar ini, saya rasa masyarakat Kalsel, khususnya Banjarmasin sangat kondusif sejak lama, jadi saya rasa tak perlu dengan aksi kemarin,” tambahnya.
Alih-alih dibebaskan, Sumarto mengungkapkan jika enam mahasiswa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia mengklaim penetapan dilakukan setelah polisi melakukan pengumpulan alat bukti dan melakukan gelar perkara.
Dia mengatakan memang ada upaya penangguhan penahanan yang diajukan pihak rektorat dan keluarga. Namun pihaknya pun belum bisa memastikan akan menyetujui atau tidak.
“ Kita lihat proses penyidikan, kalo tidak perlu ditahan, maka tidak ditahan,” katanya.
Sementara Wakil Rektor UIN Antasari Bidang Kemahasiswaan, DR Nida Mufidah, mengungkapkan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pihak Polda Kalsel dan Polresta Banjarmasin.
“Sejak tadi malam (Jumat,14/9) kita melakukan pendampingan dan mengomunikasikan terkait kasus yang menjerat mahasiswa kami. Alhamdulillah kita disambut baik dan semoga ada hikmahnya bagi semua, khususnya anak-anak kami,” ucapnya.
Nida, mengatakan Rektorat akan melakukan negosiasi dengan DPRD Provinsi Kalsel untuk mencarikan jalan keluar.
“Mahasiswa yang diamankan itu adalah yang berprestasi. Dan kita berharap semoga ada jalan keluar agar mahasiswa kami tidak ditahan,” pungkasnya