Muhammad Yusuf, wartawan Kemajuan Rakyat (KR), meninggal di Lapas Kotabaru, Kalsel, Minggu (10/6). Dia ditahan karena muatan 23 tulisannya yang dinilai negatif oleh perusahaan sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM). Berdasar visum, tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf.
Polres Kotabaru sebelumnya menjerat Yusuf dengan UU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia menulis 23 berita yang dinilai Dewan Pers dengan empat poin. Yakni, berita tidak memenuhi standar etik jurnalistik, mengandung opini menghakimi, dan tidak menyuarakan kepentingan umum, serta penyelesaian kasus bisa menggunakan aturan di luar UU Pers. "Kami berdasar Dewan Pers," jelasnya.
Dewan Pers menyebutkan tidak pernah mendapat pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, tapi baru terlibat dalam kasus tersebut setelah Polres Kotabaru meminta keterangan ahlinya, yakni Sabam Leo Batubara.
Wakil Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Hendry Ch. Bangun mengatakan, total sebanyak 23 berita yang ditulis Yusuf secara beruntun. "Dua berita pertama, Dewan Pers menyimpulkan merupakan wilayah pers, hak jawab dan sebagainya," jelasnya. Untuk 21 berita lain, lanjut dia, Dewan Pers menganggap penyelesaian kasusnya bisa ditempuh dengan aturan di luar UU Pers.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Muhammad Yusuf, jurnalis yang tulisannya dipublikasikan di media www.kemajuanrakyat.co.id, www.berantasnews.com, dan Sinar Pagi Baru.
Menanggapi kasus Yusuf ini, AJI menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menyerahkan kepada Komnas HAM untuk menelusuri lebih lanjut kasus ini.
2. Menyesalkan sikap polisi yang menetapkan Yusuf sebagai tersangka atas berita yang dimuat medianya. Sebab, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengenal aspek pertanggungjawaban berjenjang (waterfall responsibility), penanggungjawab utama berita yang telah dipublikasikan media adalah pemimpin redaksinya.
3. Menyesalkan penggunaan pasal pidana untuk menyelesaikan sengketa berita. Kalau pun mekanisme dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah ditempuh dan dianggap tidak memadai, penyelesaian berikutnya bisa melalui gugatan perdata, bukan pidana yang bisa menyebabkan seseorang dipenjara karena beritanya.
4. Menyerukan kepada media dan jurnalis melaksanakan kode etik jurnalistik dalam menjalankan profesinya.
5. Meminta masyarakat dari semua kalangan untuk taat UU Pers, termasuk upaya penyelesaian sengketa jurnalistik.