Musuh-musuh Islam telah mengetahui sejak awal, bagaimana memanfaatkan perbedaan visi politik di kalangan umat Islam. Hal ini terjadi sejak masa Khulafaur Rasyidin, dan terus meluas pada masa-masa sesudahnya. Mereka juga mengetahui cara menciptakan pertentangan, dan melontarkannya ke tengah-tengah barisan kaum muslimin.
Sebenarnya, perbedaan visi politik dapat ditekan dan diminimalkan tanpa melampaui zaman, tempat atau pribadi yang bersangkutan. Tetapi musuh-musuh Islam terus melakukan usaha dengan gigih, untuk memperluas perbedaan dan pertentangan ini.
Bahkan hal ini senantiasa dijadikannya program untuk membagi-bagi umat Islam menjadi dua kelompok atau lebih yang saling bertentangan, dengan membangkitkan dendam dan kebencian pada salah satu pihak terhadap pihak yang lain.
Para cerdik pandai dan orang-orang yang cinta damai berusaha mendekatkan visi yang berbeda-beda itu, dan berkehendak mengobati luka-luka politik dengan melupakan yang sudah lalu. Maka, musuh-musuh Islam tentu tidak menyukai hal itu, dan secara diam--diam mereka segera menaburkan debu agar ide-ide yang benar itu tidak tampak.
Kemudian mereka lakukan kiat baru, dengan melontarkan dusta atau menyuruh orang lain untuk melakukannya. Selanjutnya, jika luka-luka politik itu sudah mulai sembuh, mereka mengoreknya kembali dengan menghembuskan dendam dan kebencian, sehingga akan timbul lagi rasa ingin menyakiti.
Dengan demikian, pertentangan pun akan semakin tajam dan makin lebarlah jurang pemisah antara dua kelompok yang bertentangan beserta pengikut masing-masing. Hal ini terus berkembang dan berkepanjangan hingga melampaui waktu, tempat, dan pribadi-pribadi yang terlibat.
Usaha mempertentangkan umat Islam antar sesamanya tidak terbatas pada bidang politik saja, tetapi dikembangkan lagi pada bidang aqidah dan golongan. Hal itu menunjukkan, betapa bervariasinya bentuk perusakan yang mereka lakukan terhadap Islam dan kaum muslimin.
Di antara hasil makar mereka ialah, terjadinya perselisihan antara Ahlul Bait dan penguasa Bani Umayah tentang hak kekhalifahan. Sebenarnya perselisihan ini dapat diredam seminimal mungkin, dan masing-masing pribadi muslim dari kelompok dan golongan mana pun mengarahkan perhatiannya untuk melaksanakan kewajiban menyebarkan Islam di muka bumi. Tetapi para penebar fitnah itu tidak membiarkan luka-luka politik itu sembuh.
Mereka terus bekerja melakukan perusakan, menghasut masing-masing pihak yang berselisih dengan menampakan rasa simpati dan dukungan kepada salah satu pihak, dan menjelek-jelekkan serta menyalahkan pihak yang lain. Demikian pula sikap mereka terhadap pihak kedua, yaitu menampakkan simpati dan dukungan serta menjelek-jelekkan serta menyalahkan pihak pertama tadi. Lebih jauh lagi, mereka mendorongnya untuk menghukum dan memerangi pihak lain.
Perselisihan ini terus mereka pertajam dan mereka kembangkan sampai kepada pokok-pokok aqidah, yang selanjutnya sampai pula kepada madzhab-madzhab fiqih. Di samping mempertajam dan mengembangkan perselisihan ini mereka juga berusaha mempertentangkan masalah-masalah yang semestinya tidak dipertentangkan. Semua ini mereka lakukan dalam rangka merobek-robek persatuan umat Islam den menghujat Islam itu sendiri. Karena itu, pasukan mereka terus bekerja secara terselubung untuk mewujudkan tujuan mereka.
Ketika mereka telah dapat melakukan permainan ini, maka mereka tumbuhkan kelompok-kelompok Islam dalam jumlah yang banyak. Mereka begitu saja mempercayai arahan musuh, sehingga timbullah pertentangan satu sama lain. Usaha ini mereka tingkatkan terus hingga dapat memurtadkan mereka dari aqidah Islam, kufur terhadap ajaran-ajarannya, lebih loyal kepada orang-orang kafir daripada orang-orang mukmin, meskipun mereka masih mengaku sebagai kelompok Islam.
Bila kelompok-kelompok yang dipecah-belah ini menyadari bahwa mereka sedang diperangkap dan ditipu oleh musuh-musuh Islam yang selama ini mempermainkan mereka tanpa mereka sadari, maka akan banyaklah di antara mereka yang kembali ke jalan yang benar. Mereka pun akan menyadari bahwa persimpangan jalan yang bermula dari perselisihan itu hanyalah masalah perbedaan visi politik yang dapat terjadi setiap saat dan setiap bangsa, dan akan berlalu ditelan zaman bersamaan dengan lenyapnya para pelakunya (bahkan mungkin sebelumnya). Karena itu, tidak layak jika hal itu menimbulkan dendam yang berkepanjangan.
Perbedaan visi politik pada umat yang satu hanyalah perbedaan pandangan pribadi, karena itu tidak pantas diangkat menjad! pertentangan agama den aqidah, atau menjadi pertentangan kemanusiaan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun, musuh-musuh Islam ingin mempermainkannya, sehinggga pertentangan agama terjadi secara turun-temurun. Hal ini akan memunculkan unsur fanatisme golongan, karena nenek moyang mereka dahulu termasuk kelompok tersebut.
Sekarang, diperlukan pemimpin-pemimpin yang berkualitas bagi semua golongan yang dapat menyadarkan pengikut-pengikutnya terhadap tipu daya yang direkayasa oleh musuh-musuh Islam.
Ini merupakan masalah besar yang menjadi tanggung jawab mereka. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah pada hari kiamat, dan akan dihisab pula keteledoran mereka dalam menjalankan kewajiban mereka terhadap Allah, Islam, dan umat Islam yang dicabik-cabik oleh musuh Islam.