Skip to main content

Luka di Masa Lalu


Bibir Tania beku sesaat dan sulit untuk digerakkan kembali. Terasa kering dan retak begitu cepat. Ia tidak percaya pada sehelai kertas yang kini berada di tangannya. Kertas itu dibiarkannya tertiup angin dan terjatuh di bawah kakinya. Sesaat, ia mengulang peristiwa lima menit yang lalu..
"Tan, saya harap kamu tabah mendengar kabar ini. Kamu positif mengidap penyakit kanker otak." ujar Dokter Ferry.
"Saya belum mau mati, Dok!" ungkap Tania.
"Kamu harus punya semangat Tania. Kabar baiknya adalah kanker kamu masih dalam tahap stadium satu. Kamu masih bisa menjalani pengobatan." hibur sang dokter.
Air mata Tania tumpah begitu saja. Bisa dikatakan setelah sekian lama menahan setiap gejolak perasaan, baru kali ini bisa ditumpahkan semuanya. Ingin rasanya menggigit lidahnya dengan kencang dan berharap tidak ada rasa sakit sedikit pun karena ia berharap ini hanya mimpi di siang bolong.
* * *
Di dalam kamarnya, Tania hanya ingin mengurung diri. Ia tidak ingin menemui siapa pun. Ia kecewa akan hidup ini. Kecewa pada diri sendiri yang begitu bodoh karena membenci sekaligus mencintai dengan sangat mendalam kepada seseorang yang tidak pantas untuk diharapkan. Juga kecewa kepada Tuhan yang telah memberikan bibit penyakit ini. Ia bukan anak orang kaya yang mampu untuk membayar biaya pengobatan rumah sakit yang sudah pasti memakan biaya besar. Meskipun dokter menyatakan kalau ia masih ada kemungkinan untuk sembuh. Mungkin di antara sekian makhluk Tuhan, ia merasa bahwa ia yang paling menderita saat ini. Oh, Tuhan mengapa tidak Kau berikan aku kanker stadium 4 atau 5 saja biar aku langsung mati dan tidak merepotkan mama! Begitu batinnya berteriak lirih.
Ia meraung-raung di atas ranjangnya hingga membasahi sprei dan bantal. Air mata di pipi terus mengalir dengan lancarnya. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini walaupun sesungguhnya kesedihan itu sudah menjadi makanannya sehari-hari. Namun, ia enggan untuk mengeluarkan air mata. Hanya Tuhan dan dirinya yang tahu apa yang sedang ia alami. Jika bisa jantung hatinya itu dibelah, mungkin sudah menjadi borok dan bentuknya sudah tidak karuan lagi.
* * *
Sebelum aku mati, bajingan itu harus mati terlebih dahulu. Akal liciknya mulai muncul lagi. Tania merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi dan ia tidak akan membiarkan Sandy hidup berbahagia dengan orang lain. Apalagi sampai melihatnya tertidur dengan bernisankan batu pemakaman. Dirogohnya laci di bawah meja kerja dalam kamarnya. Ternyata racun di dalam plastik biru muda itu masih ada. Obat-obatan kerasa yang mampu menghilangkan nyawa secara perlahan, namun pasti itu masih disimpan olahnya. Itu semua karena ia memang ada niat untuk bunuh diri setelah dicampakkan oleh Sandy. Rupanya Tuhan ingin agar aku memberikan ini untuk Sandy, bukan untuk aku! Senyum liciknya mulai keluar.
Diraihnya telepon genggam miliknya dan tangannya dengan lancar memencet nomor ponsel Sandy yang masih sangat ia hapal itu.
"Halo, Tan! Ada apa?" jawab Sandy di sebrang sana.
"Aku mau kita ketemu hanya untuk ngobrol di tempat biasa jam makan siang."
"Oke! ditunggu aja."
* * *
"Tania, tumben kamu mau ketemu aku lagi? Ada apa?" tanya Sandy.
Aku mau menghabisi kamu, Bodoh! Kata-kata itu terus terulang dalam hati.
"Ah, enggak. Cuma mau tanya kabar aja. Udah lama aja kita nggak ngobrol. Dan aku cuma mau nunjukkin kalau aku masih baik-baik aja. Kamu liat, kan!" mata Tania reflek tertuju pada jari manis sebelah kanan Sandy. Terlihat cincin kawin yang melingkar.
"Tapi, mata kamu nggak bilang kalau kamu baik-baik saja. Kamu itu cantik Tania. Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku. aku sadar dulu aku pernah salah. Itu semua aku lakukan karena aku sayang sama mamaku. Dia mau agar aku menikahi Nelly. Mamaku kena kanker dan aku hanya ingin menyenangkannya selama ia masih hidup."
Tapi, aku juga kena kanker gara-gara kamu! Hatinya mulai bersuara lagi tanpa ada yang tahu.
Tania terlihat menahan tangisan. Dadanya sesak dan tampak kesulitan saat ingin bicara. "Kata siapa aku masih mengharapkan kamu? Aku bisa hidup tanpa kamu!" kata Tania dengan suara gemetar.
"Apa benar? Aku juga mengharapkan seperti itu. Maafkan atas segala kesalahanku di masa lalu. Terus terang, aku enggak bisa tenang kalau kamu belum bisa menerima maaf aku"
"Oke, aku maafin." ucap Tania tanpa dari hati.
"Syukurlah! Sekarang gimana? Apa kamu sudah menemukan pacar baru?"
Aku mencintai kamu, Bodoh! Batinnya bersuara seakan masih tidak rela melepas Sandy.
"Belum." jawabnya singkat.
Ponsel milik Sandy berbunyi, "Tan, aku mau angkat telepon dulu!"
Sandy beranjak ke luar ruangan untuk mencari signal yag baik.
Tanpa panjang lebar, Tania langsung mengorek tasnya dan mencampurkan tablet yang telah dihancurkan menjadi bentuk bubuk itu ke dalam kopi Sandy.
Tak lama, Sandy kembali lagi dan duduk menghampiri Tania, "Sorry, Tan lama. Tadi Tante aku telepon. Ini mengenai Irene yang semakin hari semakin parah aja."
"Irene? Irene adik kamu?"
"Iya. Dia depresi. Nggak mau makan dan minum. Kalau pun mau, itu pun harus dipaksa dan cuma makan dikit banget. Badannya kurus banget sekarang. Itu semua karena ia ditinggal sama mantannya. Cowok brengsek itu udah nguras uang adek aku banyak banget. Dia sekarang aku tempatkan di rumah tante aku. Kalau mama aku melihat kondisi dia, takutnya berpengaruh sama kesehatan dia. Aku pusing banget, Tan. Kayaknya masalah di dalam keluarga aku nggak kunjung padam."
Tania langsung terdiam dan tidak mampu mengucapkan kata satu pun. Apa yang dialami oleh Irene tidak jauh berbeda dengan apa yang ia alami. Apakah ini balasan dari Tuhan untuk Sandy? tanyanya dalam hati seakan tak mengerti.
Sandy berusaha menenangkan dirinya. Digenggamnya secangkir kopi yang masih ada setengah penuh itu dan diarahkan ke bibirnya.
"San, jangan diminum kopinya!"
"Kenapa? tadi aku minum enggak ada yang aneh sama rasanya."
"Ehmm.... tadi ada lalat yang hinggap!"
"Hahahaha.... Tania-tania... aku nggak pernah takut sama lalat. Bukannya dulu kita sering juga makan di kaki lima?"
"Pokoknya jangan!" Tania berusaha merebut cangkir itu dari tangan Sandy. "PRAAANNGG!" cangkir itu pecah seketika dan membuat semua orang yang ada di sana melihat.
"Tuh, kan Tan. Pecah kan!"
"Kan aku udah bilang jangan diminum!"
Pelayan pun segera datang membereskan semuanya.
* * *

Sudah seminggu ini Tania bisa menjalankan hidupnya dengan agak normal. Tidak ada keinginan untuk bunuh diri, membunuh orang, mengurung diri di kamar, meratapi diri secara berlebihan. Paling-paling hanya menangis sesekali jika mengingat kanker otaknya lagi. Sang bunda pun sudah mengetahui penyakitnya. Baru saja ia berjalan beberapa langkah ke koridor kantornya, tiba-tiba kepalanya terasa begitu berat. Badannya disenderkannya sebentar di samping tembok. Mukanya langsung pucat dan tenaga seakan terkuras dengan begitu dahsyatnya. Yang paling hebat adalah, ia mampu bertahan sampai jam pulang kantor.
"Tania, Mama mau ngomong sama kamu."
Tania yang terlihat lelah sehabis pulang kerja langsung duduk di sebelah mama, "Iya, Ma. Ada apa? Pilz, jangan omongin soal penyakit lagi, ya."
"Justru Mama mau omongin itu."
"Aku males dengernya."
"Tapi, ini kabar gembira, Nak."
"Gembira? Aku udah pengen mati itu dibilang kabar gembira?"
"Jangan ngomong sembarangan, Nak! Ada orang berbaik hati yang mau membiayai semua biaya pengobatan kamu di SIngapura. Tadi Dokter Ferry yang ngomong sama Mama di telepon."
"Apa masih ada orang yang baik sama keluarga kita yang miskin ini? Emang siapa orangnya?"
"Dia enggak mau disebutkan identitasnya. Tapi, Mama mau kamu berangkat ke Singapur!"
"Kalau enggak jelas dari mana, aku nggak mau pergi!"
"Tania, sampai kapan kamu mau jadi anak pemberontak? Mama mau kamu sembuh. Kamu mau meninggalkan Mama sendirian?" mata mama mulai berkaca-kaca.
Sampai saat ini, hanya sang mama yang mampu membuatnya bertahan hidup walaupun ditinggal oleh Sandy. Kali ini, ia harus menuruti apa yang mamanya inginkan. Ia melihat adanya secerca harapan.
* * *
Akhirnya, tiba hari di mana Tania harus meninggalkan Jakarta dan menetap sementara di negeri orang. Di dalam pesawat, ia sudah tidak sabar ingin membuka surat yang mamanya titipkan kepadanya. Hanya boleh dibuka jika sudah benar-benar sampai di kamar hotel. Tangannya terasa begitu gatal dan tidak sabar untuk membukanya sekarang, namun pesan mama itu terus terngiang-ngiang.
Tania mengangkat kopernya dan meletakkannya sembarangan. Direbahkan badannya di atas ranjang yang besar itu. Tubuhnya terlihat begitu lelah. Namun, rasa lelah itu kandas begitu saja karena ia ingat apa yang harus ia baca. Dibukanya amplop surat itu secara cepat. Ada dua surat rupanya. Yang pertama surat dari sang mama. Ia membaca isinya secara seksama. Oh, Tuhan rupanya Sandy yang membiayai ini semua! Nuraninya terlihat begitu kaget seakan tidak percaya kalau pria itu tahu akan penyakitnya dan membiayai ini semua. Bola mata mulai berkaca-kaca dan ia sudah siap untuk menangis hari ini. Dibacanya surat yang kedua. Ia tidak pernah bermimpi dan menyangka sama sekali akan apa yang sedang ia sentuh dan baca kali ini. Surat cinta dari Dokter Ferry! Ia tidak menyangka, bahwa Tuhan sudah memberikannya sesuatu yang terbaik. Tangisan bahagia semakin keluar dari kedua bola matanya

Popular posts from this blog

Ngewe ABG SMU yang Super Seksi

Cerita Seks Ngawek Hot Bangat yang akan kuceritakan di Bergairah.org ini adalah pengalamanku ngentot cewek sma bispak tapi aku akui toketnya gede banget dan amoi banget memeknya. Berawal dari aku yang dapat tender gede, aku dan temanku akhirnya ingin sedikit bersenang-senang dan mencoba fantasi seks baru dengan cewek-cewek abg belia. Akhirnya setelah tanya kesana kemari, ketemu juga dengan yang namanya Novi dan Lisa. 2 cewek ini masih sma kelas 3, tapi mereka sangat liar sekali. Baru kelas 3 sma aja udah jadi lonte perek dan cewek bispak. Apalagi nanti kalo dah gede ya ? memeknya soak kali ye   . Ahh tapi saya ga pernah mikirin itu, yang penting memeknya bisa digoyang saat ini dan bisa muasin kontol saya. Udah itu aja yang penting. Untuk urusan lainnya bukan urusan saya   . Aku segera mengambil HP-ku dan menelpon Andi, temanku itu. “Di.., OK deh gue jemput lu ya besok.. Mumpung cewek gue sedang nggak ada” “Gitu donk.. Bebas ni ye.. Emangnya satpam lu kemana?” “Ke Sura

RPP MULOK PERTANIAN KELAS IX

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bermuatan lokal (MuLok) untuk menanamkan pengetahuan tentang arti penting kesetimbangan lingkungan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip Pertanian Organik diantaranya Budidaya Tanaman dengan Menggunakan Pupuk Organik. Naskah berikut saya sadur dari presentasi seorang guru SLTP di sebuah web (mohon maaf, karena filenya sudah cukup lama saya tidak sempat menyimpan alamat webnya). "Arti Penting Pertanian Organik", itu dia phrase (rangkaian) kata kuncinya. Berikut merupakan contoh Mulok Bidang Pertanian untuk SLTP. RINCIAN MINGGU EFEKTIF                                                 Mata Pelajaran       : Muatan Lokal Pertanian                                                 Satuan Pendidikan : SMP                                                 Kelas/Semester       : IX/II                                                 Tahun Pelajaran    : 2011/2012  1.        Jumlah Minggu Efektif No Bulan Banyaknya Minggu

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel dengan Timur Imam Nugroho

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel atau yang akrab disapa dengan Annie dengan Timur Imam Nugroho atau Imung, sangatlah panjang. Mereka mengawali perkenalan mereka sejak lima tahun, di Australia. Saat itu keduanya sedang menimba ilmu di Australia. Timur merupakan kakak kelas dari Anni, dari situ keduanya saling mengenal satu sama lain, dan akhirnya memutuskan untuk pacaran. “Kita awalnya saling berkenalan, lalu memutuskan untuk kenal lebih dekat sudah sejak 5 tahun lalu,” ungkap Annie, saat diwawancarai Gorontalo Post, di rumah adat Dulohupa, Jumat (23/9). Anni mengatakan selama 5 tahun masa perkenalan tentunya mereka sudah banyak mengenal kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga mereka selalu berusaha untuk saling melengkapi. Lima tahun merupakan waktu yang sangat cukup, hingga akhirnya keduanya saling memutuskan untuk melangsungkan pernikahan pada tanggal 17 September 2016, di Kalibata, Jakarta. Annie merupakan lulusan dari RMIT University, Bachelo