Salah satu Rancangan Undang-Undang yang sementara dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini yang kemudian menjadi polemik adalah pembahasan mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Kumpul Kebo.
Adanya pro kontra terhadap undang-undang ini tidak lepas dari dari adanya pasal yang multi tafsir serta perbedaan pandangan dalam masalah sanksi dan pembuktiannya.
Akan tetapi para penggagas Rancangan Undang-Undang ini mesti diberi apresiasi positif karena masih berusaha memikirkan kondisi masyarakat saat ini yang sungguh sudah sangat mengkhawatirkan. Lihatlah misalnya, Berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Bahkan, 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Seperti di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.
Selain itu data Kemenkes pada akhir Juni 2010 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1 persen dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9 persen. Selain itu kasus penularan terbanyak adalah heteroseksual sebanyak 49,3 persen, homoseksual sebanyak 3,3 persen dan IDU (jarum suntik) 40,4 persen.
Fakta itu sangat memiriskan di negeri yang penduduknya mayoritas muslim. Bagaimana mungkin perbuatan yang diharamkan dan merupakan dosa besar bisa tumbuh subur di negara yang merupakan penganut agama Islam terbesar di dunia. Fakta ini juga menunjukkan bahwa ada yang salah dari pengamalan nilai dan aturan agama Islam (syariah) selama ini.
Mana mungkin umat yang diklaim dalam Al-Quran sebagai umat terbaik (khairu ummah)
bisa menghinakan diri dengan perbuatan nista seperti zina dan lainnya. Al-Quran tidak mungkin salah memberitakan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Jadi yang salah
adalah umat itu sendiri yang tidak melaksanakan aturan islam secara menyeluruh (kaffah) dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya jika Islam mampu diterapkan secara menyeluruh maka
persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia dapat diselesaikan dengan baik.
Solusi Islam
Islam diturunkan di muka bumi dengan tujuan utama untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Ini berarti bahwa jika aturan Islam diterapkan secara kaffah maka yang akan merasakan pesonanya bukan hanya terkhusus bagi umat Islam saja tetapi melingkupi seluruh alam semesta, seluruh umat beragama, dan tentunya seluruh makhluk hidup termasuk hewan dan tumbuhan.
Sekiranya para penggagas RUU tersebut menggunakan cara pandang Islam dalam membedah permasalahan dan merumuskan solusi atas yang ditawarkan maka tidak akan terjadi perbedaan pandangan, baik dari segi pembuktian maupun pemberian sanksi yang dijatuhkan. Hal ini bukan tanpa alasan karena memang aturan Islam memiliki pandangan yang
pasti. Misalnya saja dalam hal pembuktian, Islam telah menegaskan bahwa pelaku zina yang bisa
dikenakan hukuman hanya jika mampu dibuktikan. Adapun pembuktian yang diakuai adalah:
pengakuan dari pelaku, persaksian empat orang laki-laki atau delapan orang perempuan dan yang
terakhir adalah kehamilan; dengan syarat wanita yang hamil tidak karena diperkosa.
Sebagai agama paripurna Islam memiliki seperangkat aturan yang khas yang bisa diterapkan untuk mengatur kehidupan umat manusia termasuk juga mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Hukum-hukum ini dipilih berdasarkan prinsip bahwa meski pria dan wanita dibolehkan beriteraksi untuk tolong-menolong, interaksi itu wajib diatur sedemikian rupa agar tidak membangkitkan hasrat seksual, yakni tetap menjaga kehormatan dan moralitas (akhlâq).
Di antara hukum-hukum itu adalah: pertama Perintah menundukkan pandangan.Pria dan wanita
diperintahkan Allah Swt untuk menundukkan pandangan (QS an-Nur [24]: 30-31). Yang dimaksud menundukkan pandangan menurut An-Nabhani dalam kitabnya Sistem Pergaulan Islam adalah menundukkan pandangan dari apa saja yang haram dilihat dan membatasi pada apa saja yang dihalalkan untuk dilihat. Pandangan mata adalah jalan masuknya syahwat dan bangkitnya hasrat seksual.
Kedua: Perintah kepada wanita mengenakan jilbab dan kerudung serta larangan bagi Muslimah bepergian selama sehari semalam tanpa disertai mahram. Aturan ini jelas tujuan utamanya untuk melindungi kaum muslimah dari pelecehan yang dilakukan oleh laki-laki bejat.
Ketiga: larangan berdua-duaan (berkhalwat) antara laki-laki dan perempuan, kecuali perempuan tersebut disertai oleh mahramnya. Larangan ini didasarkan pada hadis nabi yang artinya: Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali wanita itu disertai dengan mahram-nya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Keempat: adalah hukuman tegas bagi para pelaku zina. Jika pelakunya sudah menikah maka hukumannya adalah rajam atau melempari batu sampai menemui ajalnya. Sedangkan jika pelakunya belum menikah maka hukumannya adalah di dera atau dicambuk dihadapan khalayak umum sebanyak seratus kali cambukkan. Hukuman ini jika diterapkan dengan baik maka yakin dan percaya kasus perzinahan akan diminimalisir bahkan dihilangkan sama sekali, karena dengan hukuman yang tegas seperti ini akan memberi efek jera sehingga pelaku dan masyarakat lainnya akan berpikir seratus kali jika ingin berzina.
Jika aturan hidup seperti ini yang diterapkan di negeri ini maka persoalan-persoalan sosial yang dihadapi akan mampu diselesaikan dengan baik.