Mulai tahun ini sebanyak Rp7,6 triliun tunjangan guru yang meliputi tunjangan fungsional non-PNS, tunjangan profesi, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil dan tertinggal, dan tunjangan kualifikasi bagi guru yang melanjutkan ke D-IV atau S1, akan disalurkan sepenuhnya melalui pemerintah pusat langsung ke rekening guru
.
Pada tahun sebelumnya, nilai tunjangan guru yang disalurkan sebesar Rp5,7 triliun. Proses pencairan dilakukan per triwulan dan direncanakan April ini akan dilakukan proses pencairan awal.
Mekanisme pencairan yang dulu dari pusat ke daerah baru kemudian ke guru yang sering bermasalah atau dekonsentrasi, diubah dari pusat langsung ke rekening guru.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh saat memberikan keterangan pers di Kemendikbud, Jakarta, Kamis (6/2).
Anggaran tersebut dialokasikan bagi sebanyak 629.044 guru. Jumlahnya
meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 610.685 guru. Dari anggaran tersebut, sebagian anggaran digunakan untuk tunjangan fungsional guru non-PNS daerah atau guru swasta dan yang belum mendapatkan tunjangan profesi karena belum sertifikasi.
Sementara khusus untuk tunjangan fungsional diberikan terhadap 321 ribu guru dimana jumlahnya berkurang dari tahun lalu sebanyak 339.573 guru.
Menurut Mendikbud, penurunan jumlah penerima tunjangan ini karena sebagian guru swasta telah mendapatkan tunjangan sertifikasi. ‘’Tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang belum sertifikasi,’’ katanya.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, dana tunjangan guru non-PNS sebesar Rp7,6 triliun akan disalurkan sepenuhnya melalui pemerintah pusat. Pada tahun lalu, dana tunjangan guru disalurkan melalui mekanisme dana dekonsentrasi.
‘’Alasan ditariknya anggaran fungsional ke pusat supaya efektif. Tahun lalu penyalurannya sering terlambat. Oleh karena itu, (sekarang) ke pusat supaya lebih efektif,’’ katanya.
Minta Masukan Komunitas Guru
Sementara itu, Kemendikbud saat ini menunggu masukan dari komunitas dan organisasi guru terkait penataan organisasi profesi guru yang diatur Undang-undang: 14/2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 74/2008.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, aturan tersebut rencananya memang akan direvisi. Namun prosesnya belum final dan menetapan apapun karena Kemendikbud masih menunggu masukan dari berbagai pihak.
‘’Sekarang posisi pemerintah itu untuk mendapat masukan, bukan dilaporkan. Kami mengajak komunitas dan organisasi guru, bagaimana sih pandangan terhadap organisasi profesi guru,’’ kata Nuh di Kemdikbud, Rabu (6/2).
Menurutnya, kalau bicara tentang organisasi profesi, maka ada kaidah tersendiri, baik menyangkut etika profesi, pengembangan, maupun perlindungan.
Nah terkait profesi guru, jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh guru maka ada majelis atau dewan yang mengaitkan pelanggaran tersebut dengan pelaksanaan hak dan kewajiban guru.
‘’Jadi kalau nanti ada seorang guru melakukan pelanggaran tidak serta merta dikaitkan dengan kriminalitas. Kami mengajak komunitas atau organisasi guru untuk memberi pandangan terhadap organisasi profesi guru,’’ kata Menteri asal Jawa Timur itu.
Mendikbud mengatakan, hak berserikat sebagai warga negara yang dijamin undang-undang dasar agar dibedakan dengan serikat sebagai profesi. Guru, kata dia, sebelumnya bukan profesi. Namun, sejak terbitnya Undang-undang No: 14/2005, guru merupakan sebuah profesi.
‘’Bedakan guru sebagai profesi dengan guru sebagai anggota masyarakat biasa,’’ katanya. Mendikbud menambahkan, guru sebagai profesi memiliki kelengkapan organisasi. Penataan organisasi profesi guru saat ini baru memasuki tahap desain organisasi dan belum ditentukan model organisasinya.
‘’Apa mau pakai model dokter, dokter kan tunggal atau Ikatan Notaris Indonesia, tunggal juga. Masih draft belum kita sepakati konsep organisasi profesi guru,’’ tuturnya.
Untuk membangun desain tersebut, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang terkait, seperti, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Hukum dan HAM.
Setelah melalui berbagai tahapan tersebut, terangnya, barulah draft pembentukan organisasi profesi itu akan dimasukkan dalam bahasa peraturan perundangan.(
.
Pada tahun sebelumnya, nilai tunjangan guru yang disalurkan sebesar Rp5,7 triliun. Proses pencairan dilakukan per triwulan dan direncanakan April ini akan dilakukan proses pencairan awal.
Mekanisme pencairan yang dulu dari pusat ke daerah baru kemudian ke guru yang sering bermasalah atau dekonsentrasi, diubah dari pusat langsung ke rekening guru.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh saat memberikan keterangan pers di Kemendikbud, Jakarta, Kamis (6/2).
Anggaran tersebut dialokasikan bagi sebanyak 629.044 guru. Jumlahnya
meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 610.685 guru. Dari anggaran tersebut, sebagian anggaran digunakan untuk tunjangan fungsional guru non-PNS daerah atau guru swasta dan yang belum mendapatkan tunjangan profesi karena belum sertifikasi.
Sementara khusus untuk tunjangan fungsional diberikan terhadap 321 ribu guru dimana jumlahnya berkurang dari tahun lalu sebanyak 339.573 guru.
Menurut Mendikbud, penurunan jumlah penerima tunjangan ini karena sebagian guru swasta telah mendapatkan tunjangan sertifikasi. ‘’Tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang belum sertifikasi,’’ katanya.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, dana tunjangan guru non-PNS sebesar Rp7,6 triliun akan disalurkan sepenuhnya melalui pemerintah pusat. Pada tahun lalu, dana tunjangan guru disalurkan melalui mekanisme dana dekonsentrasi.
‘’Alasan ditariknya anggaran fungsional ke pusat supaya efektif. Tahun lalu penyalurannya sering terlambat. Oleh karena itu, (sekarang) ke pusat supaya lebih efektif,’’ katanya.
Minta Masukan Komunitas Guru
Sementara itu, Kemendikbud saat ini menunggu masukan dari komunitas dan organisasi guru terkait penataan organisasi profesi guru yang diatur Undang-undang: 14/2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 74/2008.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, aturan tersebut rencananya memang akan direvisi. Namun prosesnya belum final dan menetapan apapun karena Kemendikbud masih menunggu masukan dari berbagai pihak.
‘’Sekarang posisi pemerintah itu untuk mendapat masukan, bukan dilaporkan. Kami mengajak komunitas dan organisasi guru, bagaimana sih pandangan terhadap organisasi profesi guru,’’ kata Nuh di Kemdikbud, Rabu (6/2).
Menurutnya, kalau bicara tentang organisasi profesi, maka ada kaidah tersendiri, baik menyangkut etika profesi, pengembangan, maupun perlindungan.
Nah terkait profesi guru, jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh guru maka ada majelis atau dewan yang mengaitkan pelanggaran tersebut dengan pelaksanaan hak dan kewajiban guru.
‘’Jadi kalau nanti ada seorang guru melakukan pelanggaran tidak serta merta dikaitkan dengan kriminalitas. Kami mengajak komunitas atau organisasi guru untuk memberi pandangan terhadap organisasi profesi guru,’’ kata Menteri asal Jawa Timur itu.
Mendikbud mengatakan, hak berserikat sebagai warga negara yang dijamin undang-undang dasar agar dibedakan dengan serikat sebagai profesi. Guru, kata dia, sebelumnya bukan profesi. Namun, sejak terbitnya Undang-undang No: 14/2005, guru merupakan sebuah profesi.
‘’Bedakan guru sebagai profesi dengan guru sebagai anggota masyarakat biasa,’’ katanya. Mendikbud menambahkan, guru sebagai profesi memiliki kelengkapan organisasi. Penataan organisasi profesi guru saat ini baru memasuki tahap desain organisasi dan belum ditentukan model organisasinya.
‘’Apa mau pakai model dokter, dokter kan tunggal atau Ikatan Notaris Indonesia, tunggal juga. Masih draft belum kita sepakati konsep organisasi profesi guru,’’ tuturnya.
Untuk membangun desain tersebut, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang terkait, seperti, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Hukum dan HAM.
Setelah melalui berbagai tahapan tersebut, terangnya, barulah draft pembentukan organisasi profesi itu akan dimasukkan dalam bahasa peraturan perundangan.(