Hubungan asmara yang tak direstui kerap dijadikan alasan orang melakukan sebambangan atau larian. Kalau sudah demikian, orangtua bakal maklum dan menyetujui hubungan tersebut. Setelah itu, akan terjadi kesepakatan duap pihak keluarga.
Sebambangan pun memiliki aturan tersendiri, yakni meninggalkan pengeluakh (uang) serta surat yang menjelaskan maksud kepergian dan menerangkan nama pasangan juga orangtuanya. Uang dan surat itu biasanya ditaruh di tempat yang mudah ditemukan.
"Dengan meninggalkan dua benda tersebut, berarti sebambangan dilakukan dengan kemauan dari sejoli,” jelas budayawan Lampung, Azhari Kadir.
Menurut Azhari, meski kini zaman sudah modern, budaya sebambangan masih akan terus terjadi, terlebih bila masih ada pertentangan antara pihak laki-laki dan perempuan. Sementara, pasangan sudah yakin dan siap menikah.
“Biasanya, sebambangan dilakukan bila pihak laki-laki tidak mampu memenuhi keinginan dari pihak perempuan,” terangnya.
Pendapat lain diutarakan budayawan Lampung, Anshori Djausal. Menurutnya, nilai-nilai sebambangan sudah banyak ditinggalkan, bahkan dianggap negatif karena mulai terkikis modernisasi.
”Keberadaan sebambangan terbatas pada masyarakat dan lokasi tertentu. Sebambangan saat ini hanya berlangsung di daerah perkampungan, itu pun sudah jarang terjadi,” tuturnya.
Menurut Anshori, sebambangan secara nilai juga sudah ketinggalan zaman. Nilai-nilainya tak lagi bisa diterapkan di masa sekarang. “Masyarakat sudah mengalami perubahan pola pikir karena faktor pendidikan. Tidak cocok dengan masa sekarang,” ungkapnya.
Pengembangan budaya juga harus mengedepankan nilai-nilai agama agar tidak bertentangan. “Jangan sampai ada pemaksaan dan harus dilandasi atas nilai-nilai agama.” pungkasnya.
(ton)
Sebambangan pun memiliki aturan tersendiri, yakni meninggalkan pengeluakh (uang) serta surat yang menjelaskan maksud kepergian dan menerangkan nama pasangan juga orangtuanya. Uang dan surat itu biasanya ditaruh di tempat yang mudah ditemukan.
"Dengan meninggalkan dua benda tersebut, berarti sebambangan dilakukan dengan kemauan dari sejoli,” jelas budayawan Lampung, Azhari Kadir.
Menurut Azhari, meski kini zaman sudah modern, budaya sebambangan masih akan terus terjadi, terlebih bila masih ada pertentangan antara pihak laki-laki dan perempuan. Sementara, pasangan sudah yakin dan siap menikah.
“Biasanya, sebambangan dilakukan bila pihak laki-laki tidak mampu memenuhi keinginan dari pihak perempuan,” terangnya.
Pendapat lain diutarakan budayawan Lampung, Anshori Djausal. Menurutnya, nilai-nilai sebambangan sudah banyak ditinggalkan, bahkan dianggap negatif karena mulai terkikis modernisasi.
”Keberadaan sebambangan terbatas pada masyarakat dan lokasi tertentu. Sebambangan saat ini hanya berlangsung di daerah perkampungan, itu pun sudah jarang terjadi,” tuturnya.
Menurut Anshori, sebambangan secara nilai juga sudah ketinggalan zaman. Nilai-nilainya tak lagi bisa diterapkan di masa sekarang. “Masyarakat sudah mengalami perubahan pola pikir karena faktor pendidikan. Tidak cocok dengan masa sekarang,” ungkapnya.
Pengembangan budaya juga harus mengedepankan nilai-nilai agama agar tidak bertentangan. “Jangan sampai ada pemaksaan dan harus dilandasi atas nilai-nilai agama.” pungkasnya.
(ton)