PERTANYAAN itu kini semakin sering kita dengarkan di tengah masyarakat. Entah itu saat rapat RT, pengajian kampung, hingga sekadar ngopi bareng dengan tetangga. Sepertinya isu soal rencana kenaikan harga BBM sudah menjadi pergunjingan tiada akhir. Dan, selalu saja masih menyisakan pertanyaan kapan BBM akan naik?
Pertanyaan mendasar dan terkesan biasa. Namun jika tidak kunjung ada kejelasan jawaban, bisa menimbulkan snowball effect yang tidak terkira dahsyatnya. Siapa sangka akibat isu kenaikan harga BBM itu, besok-besok harga cabai melangit, harga sembako lainnya juga turut merangka. Harga BBM saja belum naik, tapi para pedagang sudah memperhitungkan aspek harga distibusi yang dipastikan akan melangit juga.
Itu baru dari sisi inflasi, yang saban hari, dirasakan oleh masyarakat. Jika ditarik ke arah yang lebih makro, kira-kira pertanyaannya akan mengarah, sampai kapan APBN akan sanggup untuk mensupport subsidi BBM yang makin membengkak. Bahkan, jika dihitung, subsidi BBM yang mencapai lebih dari Rp240 triliun, jika berhasil dihemat, maka duit itu bisa untuk membangun 6.000 km jalan tol. Luar biasa bukan?
Tidak hanya itu saja. Persoalan harga BBM, rupanya juga ikut menjerat BUMN perminyakan kita, Pertamina. Betapa tidak, jumlah kendaraan yang mesti dilayani mencapai 100 juta kendaraan. Sedangkan Pertamina dan jaringannya saat ini memiliki 5.027 SPBU di 33 provinsi. Belum lagi, Pertamina juga mesti menyiapkan sistem dan perangkat untuk melakukan monitoring dan pengendalian BBM. Pertamina merasa perlu menerapkan sistem monitoring dan pengendalian (SMP) BBM ini karena diyakini penyaluran BBM PSO berpotensi melampaui kuota penugasan 2013 ini yaitu volume premium diprediksi over 7,8 persen dan minyak solar over 16,9 persen.
Presiden SBY dalam kesempatan pidato di Musrenbangnas, Selasa 30 April 2013, hanya menyebutkan bahwa pengurangan subsidi BBM adalah sesuatu yang perlu dilakukan. Namun, sinyalnya baru akan terlihat pada masa pembahasan APBN-P mendatang.
Kini masyarakat masih menunggu kapan BBM akan naik. Selanjutnya, apakah kenaikan itu akan tetap menerapkan dua harga ataukah satu harga? Dan yang pasti, adakah dana kompensasi yang bakal diterapkan sebagai pendamping untuk warga terdampak kenaikan harga BBM ini.
Jika saja, pemerintah berani mengambil keputusan lebih cepat, maka diyakini dampak negatifnya secara sosial dan ekonomi akan lebih sedikit. Namun, karena hingga kini keputusan itu juga tidak kunjung ada, sudah pasti risiko sosialnya dirasakan akan makin besar dibandingkan dengan risiko ekonominya. Bagaimanapun semakin dekat dengan pesta demokrasi, Pemilu 2014, semua hal akan dipolitisasi.
Kita masih menunggu keberanian pemerintah, demi kebaikan masa depan negeri ini.