Skip to main content

Diantara Tiga Tahun dan Tiga Hari




KUPACU sepeda motor yang kukendarai, malam itu, dalam jarum jam yang terpaut beberapa puluh menit saja dari bakda isya. Beberapa hari sebelumnya aku telah membuat janji bahwa aku akan menjemputnya. Dia adalah teman sekolahku, satu kelas selama lebih dari dua tahun, Yani namanya.



Entah kenapa, setelah beberapa bulan tidak sempat bertemu dengannya, aku langsung suka padanya ketika pertama melihatnya beberapa hari lalu. Ini saatnya, sudah menjadi kebiasaanku untuk segera mengungkapkan apa yang aku rasakan, pada siapapun itu, jika tiba-tiba aku merasa sayang pada ibu, ayah, saudara, nenek, dan paman atau bibi-bibiku, maka saat itu pula aku langsung mengatakannya pada mereka, agar mereka segera tahu apa yang aku rasakan terhadap mereka.


Seperti kala itu, aku merasa bahwa aku mencintai Yani, teman kelasku itu, yang senyumnya telah kulihat sempurna memancarkan kepolosan hatinya, maka aku akan segera mengungkapkan apa yang hatiku rasakan saat ini, malam ini juga. Meski semasa sekolah dulu, aku tahu bahwa Yani telah benyak berpacaran. Kupikir, mungkin karena kepolosannya itulah maka ia tidak pernah menolak siapapun yang ingin mencintainya, waktu itu aku merasa enggan untuk mencintainya, aku hanya bisa tersenyum melihat kepolosannya. Entahlah, aku bahkan tidak tahu apa artinya senyumku itu.


Tepat pukul 21.30 aku tiba di rumah kakeknya, tempat di mana dia tinggal untuk sementara waktu, sebelum akhirnya dia akan pergi ke Manokwari untuk beberapa lama waktu, yang aku, bahkan dia pun tidak mengetahuinya.

Tidak seperti sebelum-sebelumnya, malam itu aku melihatnya sebagai perempuan yang sangat cantik, meski banyak di antara teman-temanku yang mengatakan Yani adalah perempuan yang biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan perempuan-perempuan yang pernah kupacari sebelumnya, di sinilah letak kebingunganku hingga saat ini, aku tidak tahu apakah dia cantik karena aku mencintainya, ataukah aku mencintainya karena dia cantik. Aku tidak mampu memilah rasa apa yang sedang berkecamuk di hatiku saat itu, aku hanya dapat menangkap beberapa eforia besar yang ada didalam diriku, dan eforia-eforia itu berkelana, terbang, menuju angan-angan, hingga akhirnya aku sadar bahwa ternyata itu adalah cinta.

Yani, binar matanya yang terbalut kegelapan malam, gerai rambutnya di bawah sinar bulan dan bintang-bintang di langit yang malam itu seakan tersenyum, suaranya yang lembut, aku tidak pernah melihat dan mendengar semua itu dari seorang Yani yang telah kukenal sejak lama. Baru malam itu.

Malam itu aku mengajaknya berkeliling di sekitar areal kampusku, kupikir mungkin di tempat itu aku bisa mengungkapkan perasaanku padanya. Tepat di depan jalan masuk Perpustakaan Pusat yang ramai dikunjungi para mahasiswa hingga malam hari, kuparkirkan sepeda motorku, aku ingin segera mengungkapkan semua yang aku rasakan padanya, kuharap ia dapat menjadi masa kini dan masa depanku, kuharap ia dapat menjadi pengusir semua bebanku, begitupun aku menjadi pengusir dari semua bebannya.

Malam itu, di antara rasa cinta yang mendesak untuk diungkapkan, perlahan ketakutan menjalari setiap sendi-sendi tubuhku, aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku menjadi orang bodoh untuk diriku sendiri, menjadi yang paling bodoh untuk Yani yang saat itu berdiri di hadapanku, ia mungkin menanti kejujuran yang ada di hatiku. Dia menantiku, tetapi kebodohanku tak kunjung mengakhiri penantiannya itu.

Sementara waktu bergerak cepat dan malam semakin larut. Aku tidak mampu mengurai kecamuk yang ada di hatiku saat itu. Diam, bisu, tanpa suara, untuk sekedar mengucapkan satu saja kata cinta, dan kata-kata cinta itu hanya berteriak, jauh disana, didalam hatiku yang tak mampu menggerakkan lidahku untuk bersuara.

Aku begitu bodoh dan pengecut untuk malam itu, bahkan untuk malam-malam yang kulalui setelahnya. Aku tahu mungkin saat itu adalah saat terakhir aku bertemu dengannya, dengan sedikit keberanian, aku bisa saja mendapatkan hatinya, meskipun ia harus pergi, sejauh apapun itu.

Tapi ketakutan telah menaklukanku pada menit-menit itu, dingin malam, sinar bulan dan bintang-bintang, semilir angin, dan riuh dahan pepohonan, serta gedung kampus menjadi saksi atas kegagalan terbesarku saat itu. Yani akan segera pergi, jauh dari mata, telinga, dan juga hatiku. Ia takkan lagi terjangkau oleh semua indra yang aku punya.

Kamis, 3 Januari 2013

Hari-hariku berjalan seperti biasa, seperti hari-hari yang lalu, tentang Yani, aku tidak terlalu memikirkannya, beberapa bulan sejak malam terakhir aku bertemu dengannya, dia kemudian kembali dari Manokwari dan melanjutkan studi di Jurusan Kesehatan, di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota yang sama denganku.

Bagiku, Yani adalah kegagalan diriku mengalahkan rasa takutku, dan kemenangan rasa takutku atas diriku, dia seperti metafora yang gagal kusematkan di dalam perjalanan hidupku. Meski aku telah mendapatkan nomor teleponnya, namun rasa enggan membuatku urung untuk menghubunginya, bahkan untuk sekedar menanyakan kabarnya, hari-hari berlalu dengan banyak hal biasa yang kulalui, kurasa Yani adalah masa lalu yang tak pernah rampung kulalui, dan kini tak ada lagi cinta itu.

Semua berjalan dalam ketentuan yang tidak terduga, kita menganggapnya sebagai takdir, dan terkadang takdir bersifat otoriter atas diri kita, meski dengan secara terpaksa kita harus menjalaninya. Takdir itu ibarat mengalirnya air dari hulu ke hilir, lalu kemudian berlanjut dan berakhir ke muara, ia perkasa, menerobos celah-celah di antara tanah, mengikis padatnya batu-batu kali, tak ada yang mampu membendungnya.

Begitu pula dengan cinta, yang merupakan bagian dari takdir itu. Maka sekali lagi, cinta yang sudah tiga tahun tidak pernah lagi terbersit di hati dan pikiranku ini, tiba-tiba menyeruak dalam waktu yang sangat singkat. Adalah hari ini, Kamis, 3 Januari 2013, tepat pukul 15.30, Yani menelponku, pertama kalinya aku mendengar suaranya sejak terakhir kali, tiga tahun yang lalu.

Dari pembicaraan singkat itu, aku merasa ada sesuatu didalam diriku yang perlahan muncul, semakin membesar dari waktu ke waktu, seiring dan sama seperti membesarnya sudut jarum waktu yang menjauh dari satu titik menuju ke titik lainnya. Dengannya muncul niatan untuk sekedar bertemu kembali dengan Yani, aku segera mendatangi tempat kost-nya, dari situ aku melihat banyak hal yang tidak berubah dalam dirinya, terutama soal kepolosannya, karena memang hanya itu satu-satunya hal yang aku harapkan tidak hilang dari dirinya. Aku merasa sedikit lucu ketika melihat Yani tampak sangat berhati-hati untuk berbicara denganku. Entah untuk apa dia harus berhati-hati.

Sejak pertemuanku dengan Yani saat itu, aku kini semakin banyak berpikir, aku ragu dengan rasa yang terlalu cepat muncul, antara cinta dan nafsu, tiga hari kulewati untuk memikirkan perasaanku itu, aku terus saja bertanya pada siapa saja dan apa saja, pada teman dan sahabat-sahabatku, pada diriku sendiri, bahkan juga pada ranting-ranting pohon yang banyak tumbuh di depan rumahku.

Di antara sujudku, di antara tidurku yang sering terjaga, di antara renunganku yang melayang-layang tanpa batas, aku berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang tidak ada. Saat itu aku merasa aku bukanlah diriku yang sebenarnya, aku merasa asing atas semua yang aku miliki, aku bahkan tidak punya kehendak atas segala yang berada dibawah kendali hati dan pikiranku.

Untuk satu alasan yang jelas, aku sengaja mengabaikan banyak hal disaat aku berpikir tentang Yani, alasan itu adalah; cinta. Aku tahu, pertanyaan mengenai cinta hanya akan bisa dijawab dengan cinta. Maka kuberanikan diri untuk segera mengungkapkan semua isi hatiku itu, tepat tiga hari sejak aku bertemu dengannya setelah tiga tahun tidak lagi bertemu.

Dalam waktu yang sama, pada hari sabtu 5 Januari 2012, tepat pukul 21.30, aku menjemputnya. Kuajak dia ke tempat di mana tiga tahun yang lalu aku pernah mengajaknya, di areal kampusku, di sekitar gedung Perpustakaan Pusat. Namun berbeda dengan tiga tahun yang lalu, kali ini aku mengajaknya dengan penuh keberanian, penuh dengan tekad, semangat, dan juga harapan.

Seakan mengganti ketidakberanianku tiga tahun yang lampau, aku mengatakan kejujuran hatiku dengan penuh kesungguhan, Yani, dengan binar matanya yang hitam bersinar, dan gerai rambutnya yang indah, serta pepohonan kampus yang melambai-lambai diterpa angin, seperti menyimak suara yang datang dari hatiku.

Banyak hal yang terasa sangat berbeda, ketidakberanian tiga tahun yang lampau, malam ini tergantikan dengan keberanianku, tetapi banyak hal juga yang masih tetap sama, itu tentang kepolosan Yani dan harapanku yang kembali menggeliat. Namun jawaban akhir dari semua itu adalah keragu-raguan. Yani ragu akan cintaku, aku pun ragu akan penerimaannya atas cintaku. Walaupun kita sama-sama sepakat bahwa tiga tahun adalah waktu yang sangat lama, tetapi kita tidak sepakat tentang tiga hari; baginya tiga hari terlalu cepat, tetapi bagiku, tiga hari adalah waktu yang sangat lama untuk segera bisa mencintainya kembali..***

Popular posts from this blog

Ngewe ABG SMU yang Super Seksi

Cerita Seks Ngawek Hot Bangat yang akan kuceritakan di Bergairah.org ini adalah pengalamanku ngentot cewek sma bispak tapi aku akui toketnya gede banget dan amoi banget memeknya. Berawal dari aku yang dapat tender gede, aku dan temanku akhirnya ingin sedikit bersenang-senang dan mencoba fantasi seks baru dengan cewek-cewek abg belia. Akhirnya setelah tanya kesana kemari, ketemu juga dengan yang namanya Novi dan Lisa. 2 cewek ini masih sma kelas 3, tapi mereka sangat liar sekali. Baru kelas 3 sma aja udah jadi lonte perek dan cewek bispak. Apalagi nanti kalo dah gede ya ? memeknya soak kali ye   . Ahh tapi saya ga pernah mikirin itu, yang penting memeknya bisa digoyang saat ini dan bisa muasin kontol saya. Udah itu aja yang penting. Untuk urusan lainnya bukan urusan saya   . Aku segera mengambil HP-ku dan menelpon Andi, temanku itu. “Di.., OK deh gue jemput lu ya besok.. Mumpung cewek gue sedang nggak ada” “Gitu donk.. Bebas ni ye.. Emangnya satpam lu kemana?” “Ke Sura

RPP MULOK PERTANIAN KELAS IX

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bermuatan lokal (MuLok) untuk menanamkan pengetahuan tentang arti penting kesetimbangan lingkungan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip Pertanian Organik diantaranya Budidaya Tanaman dengan Menggunakan Pupuk Organik. Naskah berikut saya sadur dari presentasi seorang guru SLTP di sebuah web (mohon maaf, karena filenya sudah cukup lama saya tidak sempat menyimpan alamat webnya). "Arti Penting Pertanian Organik", itu dia phrase (rangkaian) kata kuncinya. Berikut merupakan contoh Mulok Bidang Pertanian untuk SLTP. RINCIAN MINGGU EFEKTIF                                                 Mata Pelajaran       : Muatan Lokal Pertanian                                                 Satuan Pendidikan : SMP                                                 Kelas/Semester       : IX/II                                                 Tahun Pelajaran    : 2011/2012  1.        Jumlah Minggu Efektif No Bulan Banyaknya Minggu

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel dengan Timur Imam Nugroho

Kisah cinta antara Nurfitria Sekarwilis Kusumawardhani Gobel atau yang akrab disapa dengan Annie dengan Timur Imam Nugroho atau Imung, sangatlah panjang. Mereka mengawali perkenalan mereka sejak lima tahun, di Australia. Saat itu keduanya sedang menimba ilmu di Australia. Timur merupakan kakak kelas dari Anni, dari situ keduanya saling mengenal satu sama lain, dan akhirnya memutuskan untuk pacaran. “Kita awalnya saling berkenalan, lalu memutuskan untuk kenal lebih dekat sudah sejak 5 tahun lalu,” ungkap Annie, saat diwawancarai Gorontalo Post, di rumah adat Dulohupa, Jumat (23/9). Anni mengatakan selama 5 tahun masa perkenalan tentunya mereka sudah banyak mengenal kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga mereka selalu berusaha untuk saling melengkapi. Lima tahun merupakan waktu yang sangat cukup, hingga akhirnya keduanya saling memutuskan untuk melangsungkan pernikahan pada tanggal 17 September 2016, di Kalibata, Jakarta. Annie merupakan lulusan dari RMIT University, Bachelo