Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur belum bisa mengungkap kasus pemerkosaan yang menimpa seorang siswi Kelas XI SMA atas inisial SF (16). Pelaku pemerkosaan itu pun masih bebas berkeliaran.
Kepala Subbagian Humas Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Didik Haryadi mengatakan, memasuki hari kedua sejak SF melapor ke petugas Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Metro Jakarta Timur, polisi baru mengambil keterangan ibu korban. Polisi belum mengambil keterangan dari SF mengingat kesibukan bersekolah dan kondisi psikologisnya.
"Laporan awal sudah dibuat. Tapi kita baru pemeriksaan ibunya, anaknya belum. Mau dicari waktu yang pas agar tak ganggu sekolahnya dan faktor psikologisnya juga belum stabil," ujar Didik kepadaKompas.com, Rabu (3/4/2013).
Menurut Didik, polisi telah melaksanakan prosedur yang ada. Setelah membuat laporan polisi dan melakukan visum, polisi melanjutkan dengan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) korban beserta ibunya. Polisi baru bisa membuat surat perintah penyelidikan dan menahan pelaku tindak pidana pemerkosaan itu.
Didik mengatakan, proses itu dapat memakan waktu sekitar dua atau tiga hari. Didik tidak setuju jika polisi dinilai lamban. Menurutnya, dalam tiap proses penyelidikan, polisi harus memiliki bukti kuat yang diperoleh dari BAP korbannya.
Visum dan laporan cukup
Secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai lamban kinerja polisi yang menangani kasus SF. Menurutnya, hanya dengan mengantongi hasil visum serta laporan polisi (LP), polisi dapat melakukan penahanan terhadap pelaku pemerkosaan.
"Kalau ada kasus kekerasan seksual, itu harus ditangani cepat. Visum ada, LP ada, langsung tangkap pelaku. Keburu kabur itu," ujarnya.
Arist berharap, lambannya penyelidikan kasus yang menimpa gadis malang tersebut bukanlah bentuk ketidakprofesionalan aparat kepolisian. Arist berharap, lambannya penanganan kasus itu karena polisi bersikap hati-hati dalam mencari bukti sebuah tindak pidana perkosaan.
SF mengaku diperkosa oleh rekan satu SMP-nya terdahulu berinisial A (16) di sebuah indekos di Jakarta Timur pada akhir Februari 2013. Setelah melakukan visum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Senin (1/4/2013) malam, SF bersama ibunya melaporkan tindak kekerasan seksual tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur